DENPASAR, BALIPOST.com – Bali memiliki spot atau area sensitif yang seharusnya tidak diperbolehkan ada pencemaran. Area tersebut berada di laut Nusa Penida dan Pulau Gili Matra. Demikian disampaikan General Chair of Mastic (Maritime Safety International Conference) 2024, Fadilla Indrayuni Prastyasari, Senin (26/8).
Ia mengatakan, area sensitif atau particularly sensitive sea area (PSSA) akan dibahas dalam Mastic 2024. “Jadi ada beberapa area yang menjadi spot, area yang sensitif, tidak diperbolehkan membuang limbah yang berasal dari kapal,” ujarnya.
PSSA itu kata Fadilla berada di kawasan Nusa Penida dan Pulau Gili Matra. Ia menyebut di sekitar Bali dan Selat Lombok ada area-area sensitif yang ingin dijaga lingkungannya, karena ada coral, ikan mola mola, ikan pari yang memiliki sensitivitas tinggi.
“Sangat sensitif terhadap pencemaran laut sehingga kita, negara Indonesia mau mengajukan ke IMO (International Maritime Organization) di London untuk menjadikan dua area ini sebagai area sensitif,” ujarnya
Dengan menjadikan area tersebut sebagai PSSA, nantinya kapal-kapal internasional yang berlayar di Selat Lombok tidak boleh membuang limbah dan tidak boleh menjatuhkan jangkar di sana.
Seperti diketahui, kata Fadilla, perairan di Selat Lombok cukup ramai dan merupakan jalur kapal besar internasional. Kapal internasional ketika melewati Indonesia hanya boleh melewati 3 tempat yaitu Selat Sunda, Selat Lombok dan Lautan Halmahera. “Jadi Selat Lombok cukup padat,” imbuhnya.
Pengajuan PSSA ke IMO bertujuan untuk menjaga lingkungan. “Makanya Mastic memiliki tim khusus yang akan melakukan presentasi ke IMO melalui kementerian, melakukan presentasi, meyakinkan IMO bahwa area itu memang sesuai dijadikan PSSA karena PSSA tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara lain juga ada tempat tempat yang menjadi PSSA,” jelasnya.
Sementara itu monitoring dan pengawasan terhadap PSSA tetap dilakukan oleh Vessel Trafic Service (VTS) yang ada di Benoa, berkoordinasi dengan Polair, KPLP untuk menjaga coast guard. “Pasti ada koordinasi tapi yang bertugas monitoring adalah VTS-nya,” imbuhnya.
Selain PSSA, juga dibahas soal keamanan kapal dalam Mastic 2024. Rektor ITS, Bambang Pramujati mengatakan, keamanan kapal perlu menjadi perhatian serius karena kecelakaan kapal masih tetap terjadi.
“Kita harus meminimalkan perkembangan itu, selalu kita lakukan untuk memperbaiki yang sudah ada. Yang paling urgensi keselamatan maritim,” ujarnya.
Ia.menjelaskan dalam organisasi maritim internasional ada 3 aspek yang menjadi perhatian yaitu security, safety, protection. Di Indonesia sendiri terjadinya kecelakaan kapal seperti kebakaran belum lama ini, juga menjadi masalah penting.
Maka dari itu diperlukan teknologi untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Salah satunya, Automatic Identification System (AIS) yang dapat memonitoring keselamatan kapal atau traffic kapal, salah satunya misalnya ada pipa. Penggunaan AIS tentunya untuk monitoring kapal agar kapal tidak bertubrukan, dan jika ada pipa tidak mengenai pipa.
Kepala Laboratorium Keandalan dan Keselamatan ITS, Prof. Dr. Ketut Buda Artana mengatakan konferensi ini bertujuan untuk mencari titik temu antara keinginan meningkatkan kapasitas industri dan upaya untuk menjaga keselamatan dan melindungi lingkungan.
Hal ini penting mengingat kerap ditemukan problematik sosial terkait dengan pengembangan industri maritim seperti pelabuhan, terminal khusus hidrokarbon yang dianggap memberikan risiko bagi masyarakat dan lingkungan. Sementara pada sisi yang lain keberadaan industri dan fasilitas tersebut dibutuhkan oleh masyarakat dan industri. (Citta Maya/balipost)