DENPASAR, BALIPOST.com – Puluhan orang memadati sidang pembuktian kasus memelihara Landak Jawa (Hystrx Javanica), dengan terdakwa I Nyoman Sukena, Kamis (5/9).
Bahkan usai sidang, isak tangis merwarnai PN Denpasar hingga di areal Kejari Denpasar. Ada pula kerabat terdakwa sampai pingsan hingga dibopong ke kursi tunggu sidang.
Tak sampai di sana, ketika Suena mau dimasukkan ke sel, baik kerabat yang laki maupun perempuan kembali menangis tak tega melihat pemelihara landak tersebut dimasukan ke sel.
Di sisi lain, JPU Dewa Gede Ari Kusumajaya menghadirkan satu saksi dan satu ahli dalam sidang pembuktian. Sedangkan terdakwa Suena mendapat amunisi tambahan yakni pengacara kondang Maqdir Ismail, dan timnya Gede Pasek Suardika saat mendampingi terdakwa di persidangan.
Saksi yang dihadirkan JPU adalah I Gusti Agung Rai Astawa yang masih satu banjar dengan terdakwa. Saksi yang dihadirkan jaksa malah meringankan terdakwa. Saksi menjelaskan bahwa di desanya di Bongkasa banyak ada landak dan itu merupakan hama.
Saksi mengaku dihubungi dan disuruh menyaksikan saat petugas Polda Bali datang ke rumah terdakwa pada 4 Maret 2024. Saksi menyaksikan pemeriksaan di Bongkasa. Saat itu ditemukan 4 Landak Jawa dan Jalak Bali.
Saksi mengaku banyak ada landak di Bongkasa. Dan dia tidak tahu bahwa landak itu binatang yang dilindungi. “Di desa landak itu hama,” jelasnya.
Saksi yang masih satu banjar dengan terdakwa juga menegaskan bahwa terdakwa tidak ada menjual belikan landak tersebut.
Sementara ahli BKSDA, Suhendarto menyatakan adanya pelanggaran atau pertentangan yang dilakukan terdakwa dengan UU pelindungan satwa. Mestinya jika mau memelihara, harus mengurus izin.
Ahli di hadapan majelis hakim yang diketuai IB Bamadewa Patiputra, menjelaskan jika pihak BKSDA mengetahui ada masyarakat memelihara landak, maka tidak serta merta pemidanaan yang akan dilakukan. Hal itu dijawab ahli BKSDA manakala menjawab salah satu pertanyaan kuasa hukum terdakwa.
Karena banyak masyarakat tidak tahu bahwa landak itu dilindungi. “Kalau masyarakat tidak tahu bagaimana?,” tanya kuasa hukum terdakwa. “Kita edukasi. Dan kita beritahu lalu kita melakukan sosialisasi. Ini kan kasusnya Polda Bali. Saya BKSDA hanya sebagai ahli,” ucap Suhendarto.
Namun jika BKSDA menemukan kasus seperti ini, pihaknya lebih mengedukasi masyarakat bahwa satwa tersebut dilindungi dan melalukan langkah preventif. “Pembinaan mesti dilakukan,” katanya.
Maqdir Ismail menjelaskan, jaksa tidak mempertimbangkan perubahan UU. “Yang menjadi pertanyaan besarnya, apa kepentingan negara memenjarakan terdakwa? Apa kepentingan negara memenjarakan pemelihara landak yang kecil ini? Binatang saja kita hormati, apalagi manusia,” sentil Maqdir Ismail.
Dan usai sidang, kuasa hukum terdakwa mengajukan permohonan penangguhan penahanan atas terdakwa I Nyoman Sukena. Majelis hakim akan mempertimbangkan permohonan tersebut. (Miasa/balipost)