DENPASAR, BALIPOST.com – Rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 berpotensi memberikan dampak signifikan, terutama pada masyarakat kelas menengah. Sementara di Bali, kondisi ini bisa menjadi lebih kompleks karena beberapa faktor seperti inflasi daerah yang lebih tinggi dibandingkan dengan tren nasional. Demikian diungkapkan Akademisi Ekonomi dari Undiknas Prof. IB. Raka Suardana, Senin (9/9).
Meskipun secara nasional Indonesia mengalami deflasi tiga kali berturut-turut, inflasi di Bali masih terjadi, yang bisa disebabkan oleh faktor-faktor lokal seperti perkembangan pariwisata, harga kebutuhan pokok, dan tingginya permintaan terhadap beberapa komoditas.
Inflasi ini sudah menekan daya beli masyarakat, terutama yang berada di kelas menengah. Jika PPN dinaikkan, harga barang dan jasa akan ikut naik, yang kemungkinan akan semakin mengurangi daya beli masyarakat.
“Masyarakat kelas menengah yang memiliki pengeluaran besar untuk kebutuhan pokok dan konsumsi harian akan merasakan dampaknya paling besar karena mereka lebih sensitif terhadap kenaikan harga,” ujarnya.
Di sisi lain, jika sektor pariwisata, yang merupakan pilar ekonomi Bali, terus membaik, daya beli bisa sedikit terbantu oleh peningkatan aktivitas ekonomi, tetapi ketidakseimbangan antara inflasi dan pendapatan tetap menjadi tantangan utama.
Secara keseluruhan, kenaikan PPN bisa meningkatkan tekanan terhadap masyarakat Bali, khususnya kelas menengah, kecuali ada kebijakan yang dapat mengurangi dampak ini, seperti subsidi atau insentif untuk sektor-sektor tertentu yang dapat menjaga stabilitas daya beli.
Sementara kenaikan pajak penghasilan (PPh) pada tahun 2025 masih spekulatif, tetapi ada potensi peningkatan, terutama jika pemerintah memerlukan tambahan penerimaan untuk menutup defisit anggaran dan melanjutkan program pembangunan.
“Dengan kondisi ekonomi saat ini, di mana pemerintah tengah berusaha memulihkan ekonomi pascapandemi, kenaikan PPh mungkin dipertimbangkan untuk meningkatkan pendapatan negara, terutama dari kelompok berpenghasilan tinggi. Namun, keputusan seperti ini perlu memperhatikan keseimbangan antara menjaga daya beli masyarakat dan kebutuhan fiskal,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)