Dr. Ir. I Gusti Bagus Udayana, M.Si. (BP/kmb)

Oleh Dr. Ir. I Gusti Bagus Udayana, M.Si.

Wacana moratorium vila dan akomodasi pariwisata di kawasan Sarbagita, Bali, memang merupakan langkah yang penting mengingat lahan pertanian di Bali semakin terdesak oleh pembangunan. Jika moratorium ini bisa dilaksanakan, hal itu akan memberikan dampak positif terhadap perlindungan lahan pertanian yang tersisa di Bali. Namun, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memahami apakah moratorium ini mungkin terwujud kali ini:

Pertama, kepentingan ekonomi dan sosial. Bali adalah destinasi wisata utama dengan permintaan tinggi untuk vila dan akomodasi mewah. Penetapan moratorium mungkin menghadapi tantangan dari sektor pariwisata dan pengusaha vila yang memiliki kepentingan ekonomi besar. Kedua, perlu dukungan kebijakan dan regulasi. Kebijakan ini perlu didukung oleh regulasi yang jelas dan implementasi yang konsisten.

Tanpa dukungan regulasi yang kuat, moratorium mungkin tidak efektif. Ketiga perlunya keterlibatan masyarakat lokal dan pemangku kepentingan. Jika masyarakat lokal dan petani merasa bahwa moratorium akan melindungi mata pencaharian mereka dan budaya pertanian, mereka mungkin lebih mendukung inisiatif ini.

Baca juga:  Bharada E sebagai "Justice Collaborator"

Di samping itu menyediakan alternatif pengembangan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan bisa membantu menyeimbangkan kepentingan pembangunan dan perlindungan lahan. Misalnya, pengembangan yang memanfaatkan lahan yang tidak produktif atau mengintegrasikan pertanian dengan pariwisata. Di sini lah perlunya tindakan nyata: Untuk memastikan wacana ini tidak hanya sebatas retorika, harus ada rencana aksi yang jelas, termasuk pengawasan dan penegakan hukum yang ketat terhadap pelanggaran.

Jika semua faktor ini dapat diatasi dengan baik, ada kemungkinan besar bahwa moratorium ini dapat terwujud dan efektif dalam melindungi lahan pertanian Bali, maka hal penting selanjutnya adalah memantau perkembangan dan mendukung kebijakan yang berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan.

Terkait dengan konteks mempertahankan lahan pertanian, adalah sangat penting dan relevan penundaan dan pencegahan pembangunan di lahan pertanian dan lahan produktif lainnya, Menjaga lahan pertanian di Bali tidak hanya penting untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan budaya lokal, tetapi juga untuk memastikan ketahanan pangan dan keberlanjutan ekonomi masyarakat.

Baca juga:  Mencermati Tingginya Bunuh Diri di Bali

Lahan pertanian di Bali semakin menyusut karena tekanan dari pembangunan infrastruktur, termasuk vila-vila dan industri pariwisata. Ketika lahan pertanian berkurang, produksi pangan juga terancam, yang dapat berdampak negatif pada ketahanan pangan lokal. Hal ini meningkatkan urgensi untuk tindakan perlindungan seperti moratorium.

Sektor pariwisata di Bali adalah pendorong ekonomi utama. Akan tetapi, adanya tekanan dari sektor ini sering kali menghambat upaya perlindungan lahan pertanian. Agar moratorium dapat terwujud, perlu ada keseimbangan antara pengembangan pariwisata dan pelestarian lingkungan.

Keberhasilan moratorium sangat tergantung pada dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah daerah dan pusat harus berkomitmen untuk mengimplementasikan moratorium dan menyusun kebijakan yang mendukung perlindungan lahan pertanian. Selain itu, keterlibatan masyarakat, khususnya petani dan kelompok pelestari lingkungan, juga sangat penting untuk mendukung inisiatif ini.

Meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya lahan pertanian dan dampak negatif dari penyusutan lahan terhadap ketahanan pangan dapat meningkatkan dukungan untuk moratorium. Kampanye edukasi dan dialog publik bisa memainkan peran penting dalam mendorong perubahan kebijakan.

Baca juga:  Kebangkitan Nasional Dimaknai sebagai Kebangkitan Pertanian

Secara keseluruhan, meskipun ada tantangan besar dalam menerapkan moratorium vila, situasi saat ini yang menunjukkan penyusutan lahan pertanian dapat memberikan momentum baru untuk wacana ini. Dengan dukungan yang kuat dari pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, serta kebijakan yang dirancang dengan baik, ada peluang untuk mewujudkan moratorium tersebut dan memastikan keberlanjutan lahan pertanian di Bali.

Dalam menghadapi tantangan penyusutan lahan pertanian dan lahan adat di Bali, peran pemerintah dan lembaga adat menjadi krusial. Zonasi Wilayah: Penetapan zonasi wilayah yang melarang perubahan fungsi lahan pertanian menjadi area non-pertanian tanpa izin khusus. Berikan insentif untuk Pertanian Berkelanjutan: Penyediaan insentif bagi petani yang menerapkan praktik pertanian berkelanjutan dan melestarikan lahan mereka.

Pemerintah harus mengakui dan melindungi hak atas lahan adat sesuai dengan hukum yang berlaku.

Penulis Kaprodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa

 

BAGIKAN