Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pengamat tata ruang Bali, Prof. Rumawan Salain, pernah menyoroti ketersediaan air di Bali yang tak merata di sejumlah daerah. Berdasarkan data Status Daya Dukung Air Pulau Bali yang diunggah Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2021, diperkirakan status air di Bali akan menjadi defisit pada 2025.

Data mencatat, kebutuhan air di Bali pada 2021 mencapai 5.951,92 liter per detik dan akan menjadi 7.991,29 liter per detik pada 2025. Kondisi defisit air di Bali pada 2025 berpotensi terjadi jika kapasitas infrastruktur penyediaan air baku di Bali belum ada penambahan kapasitas.

Baca juga:  Pembunuh Suanda Ususnya Terburai, Istrinya sedang Hamil

Sementara itu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menyebut industri perhotelan mengonsumsi sumber daya air terbesar di Bali, yakni sebesar 56 persen. Di sisi lain, data Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara pada 2021 menyebutkan cadangan air di Bali tidak berkelanjutan.

Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Dinata mengungkapkan, hotel berbintang di Bali memiliki kebutuhan air minimal 800 liter per kamar dalam sehari. Sementara itu, kebutuhan air hotel nonbintang adalah sekitar 250 liter per kamar sehari.

“Hotel tergolong rakus dalam mengonsumsi air. Jika dibandingkan dengan kebutuhan keperluan air untuk domestik hanya memerlukan kurang lebih 200 liter per orang dan per hari,” ujarnya kepada media belum lama ini.

Baca juga:  Nyoblos, Ketua DPRD Karangasem Harap Pemimpin Terpilih Wujudkan Pemerataan Pembangunan

Dia  mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat meningkatnya pembangunan hotel berbintang maupun nonbintang di Bali. Dalam rentang tahun 2000-2023, dia berujar, jumlah hotel di Pulau Dewata meningkat tajam dari 113 menjadi 541 hotel.

Dari sisi jumlah kamar hotel, ada peningkatan dari 19 ribu kamar menjadi 54 ribu kamar dalam rentang waktu tersebut. Walhi Bali menilai masifnya pembangunan hotel dapat membawa krisis ekologis bagi Bali.

Baca juga:  Polda Siagakan Barracuda di Pantai Kuta

“Berbagai pembangunan sarana akomodasi ini akan menambah beban dan dampak lingkungan, baik alih fungsi lahan hingga krisis ekologis dan krisis air di Bali,” imbuhnya.

Walhi Bali setuju dan mendorong pemerintah segera melakukan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata demi kelestarian lingkungan dan alam Bali. Menurutnya, perlu ada upaya-upaya pemulihan lingkungan dengan memperkuat regulasi pemanfaatan pesisir, hutan, dan lahan pertanian di Bali.

“Mesti ada evaluasi mengenai pembangunan infrastruktur, terutama yang kerap merugikan lingkungan. Mesti ada upaya pemulihan dan melakukan tata kelola lingkungan hidup di Bali,” pungkasnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN