Ilustrasi Bendera Merah Putih. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pada Kamis (19/9) ini, Surabaya dan Bangsa Indonesia memperingati hari bersejarah cikal bakal ditetapkannya Hari Pahlawan 10 Novembet.

Mengutip laman tempo.co, pada tanggal ini 79 tahun yang lalu, terjadi peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato –sekarang bernama Hotel Majapahit.

Perobekan bendera ini merupakan bagian dari rangkaian perjuangan kemerdekaan Indonesia yang penuh keberanian dan tekad. Hotel Yamato menjadi saksi heroiknya para pemuda yang menolak kekuasaan asing dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan.

Sejarah menyebutkan, peristiwa ini berawal dari pengibaran bendera triwarna Belanda oleh sekelompok orang di bawah pimpinan W.V.C Ploegman pada malam hari, 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00 tanpa persetujuan pemerintah Indonesia daerah Surabaya.

Bendera Belanda tersebut dikibarkan di tiang di lantai atas sisi utara Hotel Yamato. Keesokan harinya, para pemuda di Surabaya melihatnya dan naik pitam karena menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, ingin mengembalikan kekuasaan di Indonesia, dan telah menghina gerakan Bendera Merah Putih yang terjadi di Surabaya.

Baca juga:  Menkeu Siapkan Lima Kebijakan Dukung Pemulihan Ekonomi

Dalam sekejap, Jalan Tunjungan dipenuhi massa yang marah hingga tumpah ke halaman hotel dan halaman gedung sebelahnya.

Massa yang marah kemudian mulai berunding dengan Belanda. Sudirman, seorang penduduk wilayah Surabaya pada pemerintahan Indonesia, saat itu menjabat sebagai wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) dan masih diakui oleh Pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, dengan didampingi oleh Siddiq dan Hariyano, melewati kerumunan menuju Hotel Yamato.

Ia berunding dengan Ploegman dan pihak lain atas nama Republik Indonesia dan menuntut agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan tersebut, seperti dikutip dari Wikipedia, Plogman menolak menurunkan bendera Belanda dan menolak mengakui kedaulatan Indonesia.

Baca juga:  Bea Cukai Juanda Gagalkan Penyelundupan Sabu Jaringan Malaysia

Negosiasi semakin memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadi perkelahian di ruang perundingan. Ploegman dicekik oleh Siddiq hingga tewas, dan saat Sudirman dan Hariyono melarikan diri dari Hotel Yamato, Siddiq juga dibunuh oleh tentara Belanda yang sedang bertugas jaga.

Sementara itu, setelah mengetahui negosiasi gagal, para remaja menyerbu keluar hotel dan terjadi perkelahian di lobi. Beberapa pemuda berebut naik ke atap hotel untuk menurunkan bendera Belanda.

Hariyono yang semula bersama Sudirman kembali ke  hotel dan ikut memanjat tiang bendera. Bersama Kusno Wibowo, ia berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengibarkannya kembali ke atas tiang. Peristiwa itu disambut teriakan “Merdeka” berulang kali dari massa di bawah hotel.

Baca juga:  Diapresiasi DPRD Bali, Gubernur Koster Larang Bangun Terminal LNG di Hutan Mangrove 

Setelah Peristiwa Hotel Yamato, terjadi pertempuran pertama antara pasukan Indonesia dan AFNEI pada tanggal 27 Oktober 1945. Serangan skala kecil ini kemudian berujung pada serangan besar-besaran, yang menimbulkan banyak korban jiwa baik di pihak pasukan Indonesia  maupun Inggris, serta warga sipil di pihak Indonesia.

Akhirnya, Jenderal D.C. Hawthorne meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi dan mengadakan gencatan senjata. Gencatan senjata gagal, dan dengan kematian Brigadir Jenderal Mallaby, Inggris mengeluarkan ultimatum pada 10 November, yang akhirnya berujung pada Pertempuran Surabaya, yang terbesar dan paling ganas dalam sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia. Untuk memperingatinya, tanggal peristiwa ini ditetapkan sebagai Hari Pahlawan. (Cahya Dwipayanti/balipost)

BAGIKAN