DENPASAR, BALIPOST.com – Menjaga lahan sawah di perkotaan memang menjadi tantangan cukup berat. Karena hasil dari pertanian sangat kecil dibandingkan dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Salah satu upaya yang dilakukan Desa Adat Peguyangan untuk mencegah alih fungsi lahan adalah dengan meningkatkan nilai tambah dari pertanian.

Bendesa Adat Peguyangan, I Ketut Sutama belum lama ini mengatakan, sebelum 2016, penyusutan lahan cukup besar. Namun setelah itu, ditambah dengan adanya Pandemi COVID-19, alih fungsi lahan terhenti.

Saat ini kurang lebih luasan lahan sawah yang masih bertahan terutama di Subak Sembung yaitu ratusan hektar. Selain itu hasil yang didapatkan dari pertanian sangat jauh jika dibandingkan dengan biaya produksi.

Baca juga:  Purnama dan Etmundus Dibui Lima Tahun

Hasil pertanian tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani. Di desa adat yang ngomplek bertahan cuma di Subak Sembung, yang lainnya hampir habis terjadi alih fungsi lahan.

Diakui telah ada upaya pemerintah dan desa untuk membantu petani agar mendapat tambahan dari upaya meningkatkan usaha tani, salah satunya dengan pengembangan ekowisata. Ekowisata diharapkan dapat memberikan hasil tambah.

Pengembangan ekowisata tersebut dilakukan di Subak Sembung dan di tempek Uma Palak yang telah berjalan hampir 10 tahun. Diakui tidak ada awig -awig atau paratem khusus yang dibuat desa adat untuk mencegah krama menjual lahan sawah.

Baca juga:  Dari Bahas Polemik Hare Krisna dan Dugaan Pelecehan Simbol Agama oleh AWK hingga Ratusan Wisdom Masuk Bali Terjaring Tak Bawa Hasil Rapid

Hal itu karena desa adat Peguyangan  berada di daerah pinggiran kota yang notabene lokasi yang banyak dipilih masyarakat untuk tempat usaha maupun tempat tinggal.

Alih fungsi lahan terjadi karena adanya kebutuhan antara pembeli dan penjual. Memang sama-sama membutuhkan sehingga tidak bisa membuat awig-awig yang mengikat 100 persen termasuk di areal subak sembung karena sudah ada aturan jalur hijau juga.

Walaupun sudah ada aturan jalur hijau, tetap saja masyarakat kucing-kucingan untuk membangun. Selain itu, bertani bukan pekerjaan pokok namun pekerjaan sampingan karena sebagian besar krama bekerja sebagai pegawai baik pegawai swasta maupun negeri.

Baca juga:  Desak Rita Dipatok Emas Olimpiade Paris 2024

Hanya sedikit warga yang menggeluti pertanian secara khusus, bahkan sebagian lahan sawah di desa  adat Peguyangan digarap petani penggarap yang dilakoni luar krama desa adat Peguyangan. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN