Presiden Joko Widodo menjadi inspektur upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, Selasa (1/10/2024). Peringatan Hari Kesaktian Pancasila 2024 mengusung tema Bersama Pancasila Kita Wujudkan Indonesia Emas. (BP/Antara)

DENPASAR, BALIPOST.com – Hari Kesaktian Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Oktober sesuai keputusan Presiden (Keppres) Nomor 153/ Tahun 1967. Penetapan Hari Kesaktian Pancasila ini ada kaitannya dengan G30S PKI.

Peringatan yang dilakukan setiap 1 Oktober ini untuk mengenang dan menghormati jasa para pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa gerakan 30 September atau lebih banyak dikenal dengan sebutan G30S/PKI.

Hari Kesaktian Pancasila ditetapkan setelah peristiwa pembantaian 30 September. Hari Kesaktian Pancasila dicanangkan oleh Jenderal Soeharto.

Sedangkan Pancasila sendiri lahir pada tanggal 1 Juni 1945, yang mana Presiden Sukarno merupakan inisiatornya.

Dalam proses perkembangan pada masa pemerintahan Sukarno, Pancasila mampu diterima oleh masyarakat Indonesia sebagai dasar negara dan bangsa. Di sisi lain terjadi subversi dan pemberontakan dari kaum reaksioner DI/TII dan PRRI/Permesta, serta  pembentukan Dewan Gajah, Dewan Banteng, dan lain-lain, yang kemudian ditumpas dengan dukungan penuh dari rakyat saat itu.

Baca juga:  Hindu Ajarkan Semangat Toleransi dan Cinta Tanah Air

Pada masa Soeharto dan Orde Baru, ada sebuah film yang rutin ditayangkan di televisi nasional yang bertujuan untuk mengenang peristiwa G30S/PKI.

Bahkan sampai saat ini upacara pengibaran bendera dilakukan di Monumen Pancasila Sakti yang berlokasi di Lubang Buaya. Seusai upacara, akan dilakukan penaburan bunga di makam para pahlawan revolusi TMP Kalibata.

Peristiwa G30S PKI

Mengutip dari Antara News, Peristiwa G30S PKI terjadi pada malam 30 September hingga 1 Oktober 1965, ketika sekelompok orang yang mengklaim diri sebagai Gerakan 30 September (G30S) menculik dan membunuh tujuh jenderal Angkatan Darat, yakni:

1. Jenderal Ahmad Yani

2. Mayor Jenderal Raden Suprapto

3. Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono

Baca juga:  Ingatkan Bahaya Laten Komunis, Warga Nobar "G/30/S PKI"

​​​​​​​4. Mayor Jenderal Siswondo Parman

​​​​​​​5. Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan

​​​​​​​6. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo

​​​​​​​7. Lettu Pierre Andreas Tendean

Mereka tewas dalam penculikan dan pembantaian saat upaya kudeta yang dilakukan  PKI. Kelompok ini bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan menggantinya dengan sistem komunis.

Jenazah para pahlawan ditaruh di sebuah sumur yang disebut sumur tua Lubang Buaya. Insiden tersebut menimbulkan kekacauan dan ketakutan di seluruh Indonesia, yang berujung pada penangkapan massal dan pembunuhan terhadap orang-orang yang diduga memiliki hubungan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Seluruh rangkaian pemberontakan terjadi dalam  satu malam dari tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965. Mengetahui aksi tersebut, TNI di bawah komando Mayor Jenderal Soeharto langsung mengejar PKI.

Baca juga:  Laporkan Pembakaran Bendera ke Polres, Giri Prasta Tegaskan PDIP Bukan PKI

Namun, jenazah para pahlawan baru ditemukan pada tanggal 4 Oktober 1965. Jenazah kemudian dipindahkan dan Presiden Sukarno melakukan upacara pemakaman di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

Presiden Sukarno juga menganugerahkan gelar “Pahlawan Revolusi” kepada para korban G30S PKI. Pada masa Orde Baru, upacara pengibaran bendera dilakukan untuk memperingati peristiwa G30S dan hari raya Pancasila.

Bendera akan dikibarkan setengah tiang pada 30 September dan tiang penuh pada tanggal 1 Oktober.

Pengibaran bendera setengah tiang pada 30 September, melambangkan duka nasional atas terbunuhnya beberapa perwira militer.

Sebaliknya, pengibaran bendera nasional keesokan harinya melambangkan kemenangan karena “Kesaktian Pancasila” yang mampu melawan ancaman ideologi komunis. Setelah rangkaian acara tersebut, lahirlah Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati pada tanggal 1 Oktober setiap tahunnya. (Cahya Dwipayanti/balipost)

BAGIKAN