Wakil Ketua Lembaga Sensor Flim (LSF) Noorca M Massardi usai membuka sosialisasi gerakan budaya nasional sensor mandiri di Pangkalpinang, Rabu (2/10/2024). (BP/Ant)

PANGKALPINANG, BALIPOST.com – Agar masyarakat mendapatkan konten perfilman yang bermutu dan berkualitas, Lembaga Sensor Film (LSF) telah menyensor 40.000 materi, judul, dan iklan film di Indonesia.

“Pada tahun ini kita sudah menyensor 40.000 film yang akan ditayangkan di bioskop, televisi, persewaan dan jaringan informatika,” kata Wakil Ketua LSF Noorca M Massardi saat membuka sosialisasi gerakan budaya nasional sensor mandiri di Pangkalpinang, dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (2/10).

Ia mengatakan, penyensoran materi, judul dan iklan film ini sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, di mana setiap film yang akan diedarkan wajib mendapatkan surat tanda lulus sensor dari LSF.

Baca juga:  Festival dan Bursa Kopi, Cara Jitu Kenalkan Kopi untuk Wisatawan

“Masalahnya, LSF yang hanya beranggotakan 17 orang ini tidak mungkin bisa melakukan penelitian terhadap seluruh materi film yang ada, terutama materi film di jaringan informatika, karena seluruh masyarakat dapat mudah menonton melalui telepon genggam cerdas,” ujarnya.

Ia menyatakan pengawasan di jaringan informatika ini di luar kewenangan LSF, tetapi kewenangan Kemenkominfo yang didasarkan pada undang-undang penyiaran.

“Sejak 2009 hingga saat ini belum ada peraturan pemerintah, presiden dan menteri tentang jaringan informatika, sehingga undang-undang perfilman tidak mampu masuk ke ranah jaringan internet,” katanya.

Baca juga:  Indopoly Kuasai 50 Persen Pasar Plastik Nasional

Menurut dia gerakan budaya nasional sensor mandiri ini sebagai langkah LSF mencegah film-film mengandung pornografi, kekerasan, perjudian, pelecehan, perendahan terhadap harkat dan martabat serta penodaan terhadap agama, kemanusiaan yang memberikan dampak negatif di masyarakat.

“Pada tahun ini, kami sedang melakukan sosialisasi gerakan sensor mandiri di 120 lokasi dan ditargetkan selesai November tahun ini,” katanya.

Ia menambahkan LSF bertugas melakukan penelitian dan penilaian terhadap film yang akan ditayangkan di masyarakat untuk diberikan klasifikasi.

Baca juga:  Mendagri Dukung RUU Provinsi Bali Masuk Prolegnas 2020

“LSF bukan lagi sebagai lembaga yang memotong atau mengunting film, tetapi hanya memberikan penilaian dan mengklasifikasikan sesuai usia semua umur, 13 tahun, 17 tahun, dan 21 tahun,” katanya. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN