DENPASAR, BALIPOST.com – Putusan kasus OTT Bendesa Adat Berawa dengan terdakwa I Ketut Riana banyak menjadi perhatian publik. Pasalnya efek dari putusan itu dinilai akan berpengaruh dengan bendesa-bendesa lain di Bali.
Humas PN Denpasar, Gede Putra Astawa yang juga ketua majelis hakim dalam perkara ini, Kamis (3/10), menegaskan, bahwa unsur Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara sudah terpenuhi. Kata hakim, I Ketut Riana selaku Bandesa Adat Berawa telah menerima insentif, BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) dari APBD Semesta Berencana Provinsi Bali maupun honorarium atau uang jasa dari APBD Kabupaten Badung.
“Majelis hakim berpendapat bahwa terdakwa I Ketut Riana adalah termasuk dalam kategori Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf c Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu sebagai orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah,” jelasnya.
Pun soal menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dalam pembicaraan antara terdakwa dengan Andianto Nahak T Moruk terdapat permintaan dari terdakwa atas uang sejumlah Rp10 miliar yang dimaksudkan untuk sumbangan ke Desa Adat Berawa, namun dari keterangan saksi I Wayan Kumarayasa dan saksi I Wayan Suarta diketahui bahwa permintaan uang sejumlah Rp10 miliar, tersebut belum pernah dibicarakan dalam pertemuan/paruman Desa Adat, maupun paruman Prajuru/pengurus Desa Adat Berawa.
Unsur pemaksaan dan melawan hukum juga sudah terpenuhi. Atas putusan itu, Kajati Dr Ketut Sumedana menyambut baik dan mengapresiasi putusan Majelis Hakim tersebut. “Semoga ini menjadi pembelajaran bagi aparatur di daerah sampai ketingkat paling bawah. Jangan lupa kita bekerja dalam senyap, tetap bekerja untuk hal seperti ini, karena perbuatan seperti ini telah merusak nama baik Bali. Menyebabkan higt cost ekonomi dalam bidang investasi , dan menganggu iklim investasi di Bali khususnya, ” jelas Sumedana. (Miasa/Balipost)