SINGARAJA, BALIPOST.com – Rangkaian piodalan di Pura Dangka Desa Adat Les Penuktukan beberapa waktu lalu, tarian sakral Baris Dadap pun dipentaskan. Tarian ini mengandung sejumlah filosofi, utamanya sebagai pasukan tempur ratusan tahun silam.

Sekilas Tari Baris Dadap ini sama seperti Tari Baris yang sering ditemui. Sisi pakaian maupun gambelannya hampir mirip. Namun yang membedakan, Tari Baris Dadap ini mempunyai keunikan tersendiri. Para penari yang berjumlah delapan sampai sepuluh orang ini membawa senjata yang berbentuk jukung (perahu).

Baca juga:  Desa Adat Manggissari Pertahankan Wisata Bunut Bolong

Senjata itupun diyakini sebagai simbol suka cita setelah memenangkan peperangan pada masa itu. Bahkan dalam tariannya, diiringi dengan nyanyian bahasa kawi dan bahasa jawa kuno.

Kelian Banjar Adat Penuktukan, Jero Penyarikan Nyoman Adnyana menuturkan, tidak ada sumber pasti terkait keberadaan tarian Baris Dadap ini. Hanya saja, pihaknya meyakini, tarian ini sudah ada sejak dulu kala. Bahkan karma di Desa Adat Les Penuktukan sudah diwarisi secara turun–temurun sejak dulu.

Menurut Jero Penyarikan Nyoman Adnyana tarian ini wajib ditarikan di Kahyangan Tiga Desa Adat Les Penuktukan. Tarian ini juga diyakini mampu menetralkan atau menstabilkan Bhuta Kala di Desa Adat. Ini harus ada di dalam Piodalan, terutama saat piodalan Ida Bhatara atau persembahyangan di Kahyangan Tiga. Harus  ada tarian maupun kekidungannya.

Baca juga:  Desa Tembok Mulai Terpapar Abu Vulkanik Gunung Agung

Hanya saja saat ini pihaknya menekankan pentingnya edukasi bagi generasi muda di desa. Mereka diharapkan diberikan pemahaman mendalam tentang kesenian sakral ini, khususnya makna dan filosofinya. Dengan pemahaman ini, diharapkan muncul antusiasme baru untuk belajar dan mempraktikkan tarian ini.

Apalagi kondisi sekarang penari sudah mulai terbatas ruang geraknya karena usia, akan digantikan dengan lahirnya calon–calon penari baru yang siap mewarisi peninggalan para pendahulu di desa adat. “Di tengah tantangan zaman para penari-penari akan mulai berkurang karena faktor usia. Kami optimistis bahwa generasi baru akan siap mengambil alih dan meneruskan tradisi ini,” katanya. (Nyoman Yudha/balipost)

Baca juga:  Perbekel Desa Kayuputih Keluhkan Jalan Rusak

Tonton selengkapnya di video

BAGIKAN