IGK Kresna Budi. (BP/Win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah Provinsi Bali saat ini masih tersandera membayar cicilan bunga dari dama program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diberikan oleh Pemerintah Pusat sebesar Rp1,5 triliun pada saat pandemi COVID-19.

Hal ini menjadi salah satu penyebab APBD Bali mengalami defisit. Bahkan, dalam APBD Perubahan 2024 ini pembayaran cicilan hutang yang jatuh tempo sebesar Rp248,91 miliar lebih. Begitu juga dalam rancangan APBD Bali Tahun 2025, untuk pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo sebesar Rp243 miliar lebih.

Oleh karena itu, Wakil Ketua DPRD Bali 2024-2029, Ida Gede Komang Kresna Budi dari Fraksi Partai Golkar, meminta agar dana PEN yang diberikan pemerintah pusat untuk pemulihan ekonomi Bali pada saat pandemi COVID-19 agar diputihkan oleh Pemerintah Pusat. Begitu juga dengan bunga cicilan yang sudah dibayarkan selama 3 tahun sebesar Rp600 miliar ini dikembalikan.

Baca juga:  Presiden Minta Lukas Enembe Hormati Panggilan KPK

Sehingga, bisa menutupi defisit yang dialami Bali saat ini. “Harapan kita bahwa dana PEN itu harus diputihkan yang totalnya Rp1,5 triliun. Berarti kalau sudah 3 tahun berarti kita mencicil sudah hampir Rp600 miliar untuk bisa menutup defisit kita. Kita ingin itu diputihkan, duit cicilan kita dikembalikan untuk menutup defisit ini. Kita tuntut pusat,” tandasnya, Senin (7/10).

Kresna Budi pun mempertanyakan kenapa Pemerintah Pusat memberikan dana PEN dalam bentuk pinjaman. Seharusnya dana PEN yang diberikan tersebut dalam bentuk bantuan.

Baca juga:  Rusak dan Bocor, KPU Minta Perbaikan Kantor ke Bupati

Sebab, saat itu Bali sedang dilanda musibah pandemi COVID-19. Dampaknya sangat berat terhadap ekonomi Bali yang mengandalkan sektor pariwisata. “Pusat kayak rentenir ini. Bukannya bantu tapi membungain ini. Kita dewan kecewa juga, ini bukannya membantu tapi direntenirin Provinsi Bali oleh pusat,” tegasnya.

Sebagai Anggota Dewan pihaknya baru menyadari bahwa dana PEN tersebut ternyata dipinjamkan, yang semestinya diberikan dalam bentuk bantuan oleh Pemerintah Pusat. Kebijakan tersebut dinilai tidak adil dan tidak manusiawi bagi Bali yang selama ini penyumbang devisa bagi Pemerintah Pusat.

Baca juga:  2020, 9 Puskesmas Dikembangkan Jadi Puskesmas Rawat Inap

“Tidak manusiawi pusat itu, kami memandang tidak manusiawi karena COVID-19 itu menyebabkan ekonomi Bali kocar-kacir, sedangkan pusat membungakan uang kepada kami. Harapan kita itu harus diputihkan dan dikembalikan lagi besaran cicilan (yang sudah dibayarkan,red) itu untuk menutupi defisit Bali yang hampir Rp900 miliar,” ujarnya. (Ketut Winata/Balipost)

BAGIKAN