Ilustrasi. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Hari Disleksia Sedunia diperingati pada 8 Oktober, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang Disleksia. Diyakini bahwa sepuluh persen dari populasi penduduk menderita disleksia, tetapi hal ini masih sering kali kurang dipahami.

Hari Kesadaran Disleksia Sedunia berawal dari kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran tentang disleksia dan mengadvokasi hak dan kesejahteraan individu dengan disleksia. Tanggal pasti hari kesadaran ini dapat bervariasi menurut wilayah, tetapi telah menjadi acara global yang didedikasikan untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan bagi mereka yang menderita disleksia.

Apa Itu Disleksia?

Mengutip dari Halodoc, Disleksia merupakan gangguan belajar yang menyebabkan masalah dengan membaca, menulis dan mengeja. Gangguan ini masuk ke dalam gangguan saraf pada bagian batang otak, dimana batang otak inilah yang memproses bahasa. Namun, masalah ini tidak ada hubungannya dengan kecerdasan seseorang, asalkan ditangani dengan baik.

Kondisi ini tidak hanya menyerang anak-anak tetapi juga orang dewasa, dan dapat menjadi masalah seumur hidup serta tantangan sehari-hari bagi penderitanya. Kabar baiknya adalah ada banyak dukungan yang tersedia untuk membantu meningkatkan keterampilan membaca dan menulis agar berhasil di sekolah dan pekerjaan.

Baca juga:  Masyarakat Diminta Waspadai Penipuan Kerja Paruh Waktu

Namun, banyak penderita disleksia yang menunjukkan kelebihan dalam bidang-bidang seperti penalaran dan bidang visual dan kreatif. Kebanyakan anak penderita disleksia dapat berhasil di sekolah dengan bimbingan belajar atau  pendidikan khusus. Dukungan emosional dari orang-orang terdekat juga memegang peranan penting.

Penyebab Disleksia

Penyebab dari disleksia masih belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini erat kaitannya dengan faktor genetik. Salah satu resiko orang memiliki disleksia adalah memiliki keluarga dengan riwayat disleksia.

Meski penyebab disleksia belum diketahui secara pasti, namun inilah beberapa faktor yang dapat meningkatkan terjadinya disleksia, dilansir dari Siloam Hospitals:

1. Kelahiran prematur atau lahir dalam kondisi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).

2. Memiliki keluarga dengan riwayat disleksia.

Baca juga:  Kapolri Pantau Simulasi Pengamanan KTT G20

3. Pernah terpapar nikotin, alkohol, NAPZA, atau infeksi selama masa kehamilan.

4. Cedera atau trauma pada otak.

5. Kelainan pada struktur otak yang berfungsi untuk berpikir dan mengolah kata.

Gejala Disleksia

Mengutip dari website Kemenkes, disleksia dapat menimbulkan gejala yang bervariasi, tergantung kepada usia dan tingkat keparahan yang dialami penderita. Gejala dapat muncul antara usia 1 dan 2 tahun atau hingga dewasa.

Gejala mungkin sulit dikenali pada anak di bawah usia 5 tahun. Namun, begitu anak mencapai usia sekolah, gejalanya semakin terasa, terutama saat anak belajar membaca.

Gejala yang muncul meliputi:

– Perkembangan bicara yang lebih lambat dibandingkan dengan anak-anak lainnya.
– Kesulitan memproses dan memahami apa yang didengar.
– Kesulitan menemukan kata yang tepat untuk menjawab suatu pertanyaan.
– Kesulitan mengucapkan kata yang tidak umum.
– Kesulitan mempelajari bahasa asing.
– Kesulitan dalam mengingat sesuatu.
– Kesulitan dalam mengeja, membaca, menulis dan berhitung.
– Lamban dalam menyelesaikan tugas membaca atau menulis.
– Lamban dalam mempelajari nama dan bunyi abjad.
– Menghindari aktivitas membaca dan menulis.
– Kesulitan mengingat huruf, angka, dan warna.
– Kesulitan memahami tata bahasa dan memberi imbuhan pada kata.
– Sering salah dalam mengucapkan nama atau kata.
– Sering menulis terbalik, misalnya menulis ‘pit’ saat diminta menulis ‘tip’.
– Sulit dalam membedakan huruf tertentu saat menulis, misalnya ‘d’ dengan ‘b’ atau ‘m’ dengan ‘w’.

Baca juga:  Masih Besar, Potensi Pekerja di Desa Belum Terlindungi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

Anak dengan disleksia yang tidak segera mendapat pengobatan akan mengalami kesulitan besar dalam membaca. Kemampuan mereka dalam memahami pelajaran sekolah juga akan terhambat.

Oleh karena itu, jika anak Anda menunjukkan gejala disleksia, segera konsultasikan ke dokter, dokter spesialis anak, psikiater anak, atau dokter spesialis tumbuh kembang anak. Semakin dini pengobatan diberikan, semakin efektif pengobatannya. (Cahya Dwipayanti/balipost)

BAGIKAN