DENPASAR, BALIPOST.com – Pariwisata merupakan sektor penting dalam menopang perekonomian Bali. Untuk itu, dalam upaya menjaga kenyamanan wisatawan terhadap udara yang bersih, pengurangan bahaya tembakau sebagai salah satu polutan sangat penting dilakukan. Demikian mengemuka dalam diskusi yang diinisiasi Koalisi Indonesia Bebas TAR (Kabar), Rabu (9/10).
Menurut salah satu pembicara, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Nasional Bali Prof. Ida Bagus Raka Suardana, sektor pariwisata memiliki peran krusial dalam menunjang pertumbuhan ekonomi Bali. Dengan kontribusi mencapai 54% terhadap PDRB Bali pada tahun 2023.
Sektor pariwisata perlu diperkuat oleh para pemangku kepentingan terkait agar terus bertumbuh sekaligus tetap menjaga keseimbangan alam, manusia, dan budaya. Saat ini, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali telah menunjukkan tren pemulihan setelah pandemi COVID-19.
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah wisatawan mancanegara pada Agustus 2024 mencapai 616.641 orang atau meningkat 18,10% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sekitar 522.141 kunjungan. Secara akumulatif, jumlah turis asing pada Januari-Agustus 2024 sudah mencapai 4.155.540 orang. Jumlah tersebut naik 21,55% dibandingkan periode yang sama pada 2023 yang sebesar 3.418.667 orang.
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Ida Bagus Purwa Sidemen. Ia mengatakan seiring meningkatnya sektor pariwisata di Bali, tingkat hunian rata-rata mencapai 70%-80%.
Ia mengingatkan pentingnya kesepahaman tentang keamanan dan kenyamanan bagi para pelaku usaha. Upaya-upaya yang dapat dilakukan seperti menciptakan lingkungan di mana setiap wisatawan merasa aman dan disambut dengan hangat, salah satunya menghindari kepadatan serta polusi sehingga mereka tetap dapat menikmati Bali tanpa gangguan.
Dengan semakin banyaknya wisatawan, muncul berbagai karakter dan kebiasaan, termasuk perilaku merokok yang dapat menyebabkan polusi udara sehingga mengganggu kenyamanan lainnya, baik di tempat umum maupun di sekitar hotel. Salah satu inovasi yang dapat diimplementasikan pelaku perhotelan di Bali adalah bisa menerapkan area untuk menggunakan produk tembakau alternatif sehingga diharapkan dapat tetap ramah terhadap wisatawan.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Padjadjaran (UNPAD) Prof. Amaliya menjelaskan pengurangan bahaya tembakau merupakan pendekatan kesehatan publik untuk mengurangi risiko kesehatan dan sosial dari kegiatan maupun penggunaan zat tertentu. Salah satu implementasi dari konsep ini dengan memanfaatkan rokok elektronik.
Produk tersebut menerapkan sistem pemanasan pada nikotin cair atau tembakau sehingga menghasilkan uap atau aerosol, dan tidak menghasilkan asap seperti rokok. Berkat penerapan sistem pemanasan, potensi risiko kesehatan turun 90% dibandingkan dengan rokok.
Sejumlah negara maju seperti Swedia, Jepang, Inggris, dan Selandia Baru sudah mendukung penggunaan rokok elektronik maupun produk tembakau alternatif lainnya seperti kantong nikotin. “Uap atau aerosol yang dihasilkan produk tembakau alternatif tidak mengandung TAR. Sedangkan asap dari rokok yang dibakar mengandung TAR, zat yang menimbulkan risiko bagi lingkungan sekitar,” tegas Prof. Amaliya.
Akademisi Universitas Mahasaraswati Denpasar, drg. Ida Bagus Nyoman Dhedy Widyabawa menambahkan, dengan menerapkan sistem pemanasan, rokok elektronik tidak hanya bermanfaat untuk meminimalisir dampak pada gigi dan gusi penggunanya dibandingkan dengan kondisi kesehatan mulut seperti yang dialami perokok, namun juga memiliki potensi untuk lebih diterima dari sisi keberlangsungan dan kenyamanan pariwisata.
Tanpa TAR dan residu lainnya seperti abu pada rokok, produk ini dapat membantu dalam menjaga kebersihan lingkungan dan kualitas udara. Hal ini menjadi sangat penting di destinasi wisata seperti Bali, di mana keindahan alam dan kualitas udara adalah aset utama.
Berbagai penelitian dari dalam dan luar negeri telah membuktikan bahwa pengguna rokok elektronik yang telah berhenti dari kebiasaan merokok menunjukkan perbaikan kualitas gusi, sama seperti yang dialami oleh non-perokok. “Kita bisa melihat ini sebagai langkah positif dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman bagi semua wisatawan, baik perokok maupun non-perokok,” ucapnya. (Citta Maya/balipost)