I Nyoman Sucipta. (BP/Istimewa)

Oleh Prof. I Nyoman Sucipta

Energi untuk produksi pangan adalah aspek krusial dalam keseluruhan rantai pasok pangan, dari tahap awal produksi hingga distribusi ke konsumen. Penggunaan energi di sektor pangan mencakup beberapa proses yang bergantung pada berbagai bentuk energi, baik energi fosil (seperti minyak bumi dan gas alam) maupun energi terbarukan (seperti energi surya, angin, dan bioenergi).

Proses awal produksi pangan melibatkan energi untuk pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Penggunaan mesin-mesin pertanian seperti traktor, alat pemanen, dan sistem irigasi biasanya membutuhkan bahan bakar fosil, seperti diesel atau bensin. Semakin tinggi intensitas pertanian, semakin besar pula konsumsi energinya.

Penggunaan pompa air dalam sistem irigasi adalah salah satu bagian paling penting yang memerlukan energi, terutama di daerah-daerah yang bergantung pada air tanah atau air irigasi buatan. Alat-alat modern untuk mengolah lahan, menyebar benih, dan menyemprotkan pupuk atau pestisida memerlukan banyak energi.

Setelah hasil panen, energi diperlukan untuk mengolah bahan mentah menjadi produk makanan yang siap dikonsumsi. Proses pengolahan ini meliputi pencucian, penggilingan, fermentasi, pengawetan, pemanasan, pengeringan, dan pengemasan. Sumber energi yang digunakan biasanya adalah listrik, gas alam, atau energi termal dari bahan bakar fosil.

Sebagian besar produk pangan, terutama yang mudah rusak seperti daging, susu, dan sayuran, memerlukan penyimpanan dalam suhu dingin. Ini memerlukan energi dalam jumlah besar, terutama dalam skala industri. Sistem distribusi pangan memerlukan energi untuk mengangkut hasil pertanian dari lahan ke pabrik pengolahan, pasar, atau konsumen. Sebagian besar transportasi pangan menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil (truk, kapal, pesawat), yang meningkatkan jejak karbon dalam rantai pasok pangan.

Baca juga:  Menanggulangi Bencana Banjir di Bali

Biaya energi memiliki dampak langsung pada harga pangan. Ketika harga energi, terutama bahan bakar fosil, naik, biaya produksi pangan juga akan meningkat. Ini dapat menyebabkan kenaikan harga pangan yang lebih tinggi, yang berdampak pada aksesibilitas masyarakat terhadap makanan, terutama di negara berkembang.

Dampak energi pada harga pangan adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi stabilitas ekonomi dan aksesibilitas pangan bagi masyarakat. Ketika harga energi meningkat, hal ini memiliki konsekuensi langsung pada biaya produksi, pengolahan, dan distribusi pangan, yang pada akhirnya mempengaruhi harga akhir di pasar. Berikut adalah beberapa aspek penting bagaimana energi mempengaruhi harga pangan:

Kenaikan harga energi, terutama bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan gas alam, secara langsung meningkatkan biaya produksi pangan.

Pengolahan dan Pengemasan

Harga energi memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap harga pangan. Kenaikan harga energi menyebabkan peningkatan biaya produksi, pengolahan, transportasi, dan distribusi pangan, yang pada akhirnya memengaruhi harga pangan yang dibayar konsumen.

Pabrik-pabrik yang memproses bahan pangan, baik itu mengubah biji-bijian menjadi tepung atau buah menjadi jus, bergantung pada energi untuk menjalankan mesin produksi. Biaya energi yang meningkat membuat biaya pengolahan pangan juga naik.

Baca juga:  Pelecehan Seksual, Kekuatan Medsos dan Penghakiman Publik

Pengemasan makanan juga melibatkan energi, terutama jika bahan-bahan kemasan, seperti plastik, berasal dari produk berbasis minyak bumi. Kenaikan harga minyak bumi juga dapat memengaruhi harga bahan baku untuk pengemasan. Biaya transportasi sangat terkait dengan harga energi, terutama bahan bakar fosil seperti bensin dan solar. Mengingat distribusi pangan biasanya melibatkan pengangkutan jarak jauh, terutama untuk bahan pangan impor, kenaikan harga bahan bakar bisa meningkatkan harga pangan karena biaya transportasi yang lebih tinggi.

Jika pangan diimpor dari negara lain, biaya pengiriman melalui kapal atau pesawat juga akan meningkat seiring dengan naiknya harga energi. Negara yang sangat bergantung pada impor bahan pangan akan mengalami lonjakan harga pangan yang lebih tajam ketika harga energi global meningkat.

Kemandirian pangan dan energi sangat penting dalam mencapai ketahanan nasional suatu negara. Kedua aspek ini saling terkait karena keberhasilan di satu sektor bisa mempengaruhi sektor lainnya.

Ketersediaan energi yang stabil sangat diperlukan dalam proses produksi pangan. Mulai dari penggunaan bahan bakar untuk mesin pertanian, pengolahan hasil pertanian, hingga distribusi pangan. Jika sektor energi terganggu atau mahal, biaya produksi pangan meningkat, yang akhirnya dapat mempengaruhi harga dan aksesibilitas pangan.

Sebaliknya, sektor pangan juga dapat menjadi sumber energi, seperti bioenergi. Misalnya, tanaman seperti jagung atau tebu bisa diolah menjadi bioetanol, sementara limbah pertanian bisa diubah menjadi biogas. Meskipun membantu diversifikasi sumber energi, penggunaan sumber pangan untuk energi ini dapat menyebabkan konflik antara kebutuhan pangan dan energi, terutama di negara-negara dengan lahan terbatas.

Baca juga:  Harmonisasi Pertanian, Budaya, dan Pariwisata

Ketergantungan pada impor baik untuk pangan maupun energi bisa melemahkan kemandirian nasional. Jika suatu negara terlalu bergantung pada impor energi, biaya yang lebih tinggi atau gangguan pasokan energi bisa mengganggu sistem produksi pangan. Begitu juga dengan pangan, ketergantungan pada impor bahan pangan membuat negara lebih rentan terhadap fluktuasi harga internasional.

Inovasi di bidang energi dapat mendukung kemandirian pangan. Misalnya, penggunaan panel surya untuk sistem irigasi atau penggunaan energi terbarukan dalam proses pengolahan dan penyimpanan makanan dapat mengurangi biaya energi dalam rantai pasokan pangan. Ini akan meningkatkan efisiensi sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.

Perubahan iklim akibat penggunaan energi fosil mempengaruhi produktivitas pangan. Kekeringan, banjir, dan kondisi cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim dapat menurunkan hasil panen. Oleh karena itu, transisi ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan bisa membantu mengurangi dampak perubahan iklim dan melindungi ketahanan pangan jangka panjang. Korelasi antara kemandirian pangan dan energi sangat penting dalam mencapai ketahanan nasional suatu negara. Kedua aspek ini saling terkait karena keberhasilan di satu sektor bisa mempengaruhi sektor lainnya.

Penulis, Guru besar Fakutas Pertanian Unud

BAGIKAN