DENPASAR, BALIPOST.com – Dua pasangan calon yang maju pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bali 2024, Made Muliawan Arya-Putu Agus Suradnyana dan Wayan Koster-Nyoman Giri Prasta beradu gagasan untuk pengembangan pariwisata di Pulau Dewata. Mereka menjawab sejumlah persoalan yang dilontarkan pelaku pariwisata dalam acara “Hearing: Pariwisata Bali Mau Dibawa ke Mana?” yang digelar Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali di Jimbaran, Badung, Jumat (25/10).
Hearing dengan puluhan asosiasi dan ratusan pelaku pariwisata ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama menghadirkan Paslon Nomor Urut 1, Made Muliawan Arya-Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS) dan sesi kedua menghadirkan Paslon Nomor Urut 2, Wayan Koster-Nyoman Giri Prasta (Koster-Giri). Berikut 5 persoalan yang dihadapi Bali dilontarkan perwakilan asosiasi untuk mendapatkan perhatian dan solusi dari dua paslon:
1. Kemacetan di Bali
Salah satu pertanyaan mengenai kemacetan dilontarkan oleh perwakilan Organisasi Angkutan Darat (Organda) kepada Paslon Nomor Urut 1, Mulia-PAS. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan data BPS pada 2023, di Bali sendiri sudah ada 5 juta lebih kendaraan bermotor, yang terdiri dari 4,3 juta sepeda motor, setara dengan jumlah penduduk di Bali.
Pihaknya mempertanyakan keberanian kandidat jika terpilih melakukan moratorium pembelian sepeda motor dan mengarahkan penggunaan angkutan umum.
Menanggapi pertanyaan itu, Cagub Nomor Urut 1, Muliawan menjelaskan moratoriun pembelian sepeda motor baru dapat melanggar undang-undang. Namun ia mencari solusi lain dengan memperhatikan infrastruktur dan perbaikan pedestrian. Ia pun mengaku akan menerapkan penggunaan angkutan umum untuk daerah pariwisata, seperti Kuta, Canggu dan Ubud.
Cawagub PAS menambahkan pihaknya telah mencoba membuat beberapa model jangka pendek dan jangka panjang. Untuk model jangka pendek, pihaknya akan membuat beberapa underpass sehingga dapat melihat beberapa titik persoalan kemacetan, Ia juga mengoptimalkan lahan yang ada di gedung-gedung sekolah untuk dijadikan parkir bertingkat. Sedangkan model jangka panjang dengan memberikan ruang destinasi pariwisata baru di daerah Bali Utara.
2. Asuransi Untuk Wisatawan Asing
Salah satu perwakilan Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) menyampaikan persoalan terkait asuransi wisatawan asing ke Paslon Nomor Urut 1. PUTRI berkeinginan agar pemerintah dapat menyusun regulasi bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali agar memiliki asuransi sebelum tiba. Sebab, aktivitas di alam sangat rentan kecelakaan. Jika memiliki asuransi, wisatawan akan mendapat penanganan yang sesuai.
Cagub Muliawan menjelaskan sudah ada aplikasi yang dibuat untuk membantu wisatawan asing. Dalam aplikasi tersebut selain terintegrasi ke bagian pajak, imigrasi, pemprov dan aparat penegak hukum, aplikasi tersebut juga terintregasi ke asuransi. Ia juga menjelaskan bahwa dalam aplikasi tersebut ada do and don’t yang harus diperhatikan wisatawan asing.
Dari do tersebut lah tedapat persyaratan untuk memiliki asuransi. Jika wisatawan asing tidak memiliki asuransi, mereka akan dikenakan biaya.
3. Peningkatan Desa Wisata di Bali
Perwakilan dari Forum Desa Wisata Provinsi Bali menyampaikan harapan ke Paslon Nomor Urut 2 agar desa wisata membuka lapangan pekerjaan untuk orang-orang Bali. Fakta di lapangan memperlihatkan generasi di Bali berlomba-lomba pergi ke luar negeri untuk mencari pekerjaan.
Terkait ini, Cawagub Giri Prasta mengatakan bahwa ke depannya, pariwisata akan masuk kepada wisata alam dan sangat menjanjikan. Ia meminta untuk tidak membangun hotel di wilayah tersebut dan memanfaatkan rumah penduduk sehingga jika ada wisatawan menginap akan memberikan manfaat bagi masyarakat di desa itu. Ditambahkan, pihaknya akan mengalokasikan anggaran sebesar 100 miliar untuk desa wisata.
4. Penanganan Sampah di Bali
Perwakilan dari Indonesia Housekeepers Association (IHKA) melontarkan pertanyaan mengenai kiat Paslon Nomor 2 memperkuat pearturan gubernur (Pergub) yang sudah ada tentang pengurangan penggunaan plastik dan mengubah mindset masyarakat untuk peduli kepada kebersihan.
Cagub Koster menjawab persoalan kebersihan, menjaga ekosistem alam, dan lingkungan merupakan kebutuhan untuk ekosistem pariwisata. Ia menjelaskan jika permasalahan sampah di Bali sudah ada kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur Bali No. 47 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dan Pergub No. 97 tahun 2016 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Peraturan tersebut berjalan bagus di awal, karena di hotel atau restoran dan supermarket tidak lagi menggunakan kantong plastik. Namun di pasar tradisional, penggunaan kantong plastik masih marak. Untuk itu, sasaran pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai ini adalah di titik-titik masyarakat tradisional, pasar tradisional, dan komunitas yang lainnya.
Koster juga menambahkan di daerah pekotaan tidak memungkinkan pengelolaan sampah berbasis sumber karena pengelolaan sampah berbasis sumber memerlukan TPS3R yang membutuhkan lahan. Seperti di Denpasar yang tidak memungkinkan, dibangun TPS3R besar yaitu TPST. Ia menjelaskan bahwa operasional dari TPST ini tidak berjalan dengan baik, dan ini perlu waktu untuk mengubah mindset masyarakat untuk peduli kepada lingkungan.
Koster melihat penanganan sampah ini merupakan kerja besar yang harus dilakukan. Untuk pengelolaan sampah berbasis sumber ini, harus dilakukan edukasi memilah sampah di rumah tangga.
5. Kesenjangan kepentingan budaya, agama, tradisi, dan pariwisata
Salah satu perwakilan dari Bali Villa Association (BVA) menyoroti peristiwa atraksi kembang api saat berlangsungnya upacara agama Hindu di Pantai Berawa, Badung. Dalam peristiwa tersebut, ada kesenjangan antara kepentingan budaya, agama dan tradisi dengan kepentingan pariwisata yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. BVA meminta agar ke depannya peristiwa semacam ini tidak terulang, perlu ada solusi dan regulasi.
Cagub Koster menanggapinya dengan mengatakan akan mengeluarkan regulasi bahwa laut dan pantai merupakan milik publik atau negara bukan milik investor. Karena pantai dan laut di Bali tidak hanya memiliki fungsi sekala tetapi juga niskala, untuk melakukan upacara keagamaan. Koster menginginkan pada saat ada upacara keagamaan terdapat toleransi sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. (Cahya Dwipayanti/balipost)