Wayan Koster. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali Periode 2018-2023, Wayan Kostser dengan konsep Ekonomi Kerthi Bali dinilai mampu mewujudkan keharmonisan dalam pembangunan.

Kepala Bappeda Litbang Provinsi Bali, I Wayan Wiasthana Ika Putra mengatakan, konsep Ekonomi Kerthi Bali adalah ekonomi untuk mewujudkan Bali berdikari dalam bidang ekonomi dengan berlandaskan nilai-nilai filosofi Sad Kerthi. Ada 6 sektor unggulan sebagai pilar perekonomian Bali.

Keenam sektor tersebut adalah Pertanian dengan pertanian organik-nya, Kelautan dan Perikanan, Industri Manufaktur dan Industri Budaya Branding Bali, Industri Kecil Menengah (IKM), Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi, Ekonomi Kreatif dan Digital dan Pariwisata.

“Jadi Konsep Ekonomi Kerthi Bali dengan memiliki 6 sektor unggulannya akan mewujudkan perekonomian Bali yang harmonis terhadap alam, berbasis sumber daya local dan menjaga kearifan lokal, hijau,ramah lingkungan, berkualitas, bernilai tambah, tangguh, berdaya saing, serta berkelanjutan. Dan semuanya ada di desa. Masyarakat di desa yang merasakan semua pertumbuhan dan perkembangan ekonomi tersebut,” ujarnya belum lama ini.

Baca juga:  Dubes Irlandia Apresiasi Kerja Keras Gubernur Koster Pulihkan Bali dari Pandemi Covid-19

Di zaman Gubernur Koster periode pertama (2018-2023), serapan dana APBN yang masuk ke desa di Bali sangat luar biasa. Koster berpandangan bahwa pemimpin itu harus membangun Indonesia dari desa, membangun bangsa dari desa.

Jika desa atau masyarakat desa sejahtera maka Indonesia akan sejahtera. Untuk itu sangat pentingnya mengurus desa secara utuh dan tuntas, karena sebagian besar masyarakat Indonesia berada di wilayah pedesaan.

“Kalau desa ini kita bangun dengan baik, di dalamnya ada rakyatnya yang sebagian besar ada di desa, berarti sebagian besar masalah bangsa ini selesai,” kata Ika.

Ika Putra melanjutkan, untuk melaksanakan pembangunan di desa dibutuhkan anggaran. Itu sebabnya Koster memperjuangkan agar anggaran APBN bisa dialokasikan ke desa.

Pada zaman Koster menjadi gubernur, Bali mendapatkan anggaran Rp657 miliar dari APBN untuk 636 desa. Ini berarti rata-rata desa di Bali mendapatkan dana Rp1 miliar lebih.

Kalau itu bisa dilakukan selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa, juga akan menyeimbangkan pembangunan antar wilayah secara horizontal maupun vertikal sehingga secara otomatis mengurangi arus perpindahan penduduk dari desa ke kota. Keyakinan yang kuat ini membuat Koster memperjuangkan agar anggaran APBN bisa dialokasikan ke desa.

Baca juga:  Batal, Warga Gelar Aksi Dukung Kades Pamecutan Kaja

Sebagai anak desa, lahir dari keluarga miskin dan bahkan untuk makan nasi saja susah, Koster sangat merasakan bagaimana kehidupan masyarakat desa. Pembangunan yang lambat karena keterbatasan anggaran, perekonomian tidak berkembang optimal karena minimnya infrastruktur dan sarana prasarana, terjadinya kesenjangan antar desa, dan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada pembangunan desa.

Koster berpandangan bahwa desa yang maju dan masyarakat yang sejahtera, sesungguhnya merupakan tujuan negara untuk mensejahterakan rakyatnya sesuai konstitusi. Sehingga, paling tidak 60 persen persoalan bangsa diselesaikan di desa, mengingat sebagian besar rakyat Indonesia berada di desa, hidup di desa, dan membangun kehidupannya di desa. Negara harus mengambil terobosan kebijakan membangun desa melalui dukungan anggaran yang langsung masuk ke desa.

Baca juga:  Polda Bali Bentangkan Kain Merah-Putih Terpanjang di Jatiluwih

Atas pandangan tersebut, pada 2012, Koster dalam posisinya sebagai Anggota Panitia Khusus (Pansus) pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang desa memperjuangkan masuknya alokasi dana desa dalam APBN untuk percepatan pembangunan desa. Setelah melalui pembahasan dengan perdebatan sengit selama lebih dari 1 tahun, akhirnya Rancangan Undang-Undang tentang Desa berhasil disahkan pada bulan Desember 2013, dan diberlakukan tanggal 15 Januari 2014.

Dalam Undang-Undang Desa terdapat norma pengaturan tentang alokasi dana desa yang bersumber dari APBN sebesar 10 persen dari dana perimbangan setelah dikurangi alokasi dana khusus, yang direncanakan target alokasi dana desa minimum rata-rata sebesar Rp1 miliar untuk 1 desa, yang meningkat secara bertahap dari tahun ke tahun. Lahirnya Undang-Undang Desa merupakan momentum yang sangat penting menjadi awal bangkitnya gerakan membangun desa, sehingga memotivasi para generasi muda pulang ke desa untuk membangun desanya. (kmb/balipost)

BAGIKAN