Pasemetonan Tangkas Kori Agung dan Arya Kuta Waringin Desa Antiga serta Desa Gegelang, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem melaksanakan Upacara Pitra Yadnya tahun 2024. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bagi masyarakat Bali, khususnya yang beragama Hindu, tentu sudah familiar dengan kata Ngaben. Upacara pembakaran jenazah ini juga sangat terkenal di dunia karena dianggap unik dan bisa ditemukan di Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.

Tujuan dari ritual ngaben adalah untuk mempercepat raga sarira agar dapat kembali ke alam asalnya, yaitu alam panca maha bhutadi, dan segera memasuki alam pitra bagi para Atma.

Landasan filosofis kremasi secara umum adalah panca sradha, lima kerangka dasar agama Hindu yaitu Brahman, Atman, Karmaphala, Samsara, dan Moksa.Saat ini, kremasi terutama dilakukan sebagai wujud rasa cinta terhadap leluhur dan bhakti anak kepada orang tuanya. Ritual ngaben merupakan proses pengembalian unsur panca Maha butha kepada Sang Pencipta. Ngaben disebut juga Pitra Yadnya (Lontar Yama Purwana Tattwa). Artinya leluhur atau orang yang sudah meninggal, dan Yadnya adalah persembahan suci yang tulus ikhlas.

Baca juga:  Vaksinasi Rendah, Camat Negara Gelar Rakor

Bagi orang awam, ngaben mungkin hanya sekedar ritual pembakaran jenazah yang dilakukan umat Hindu.

Namun, jika ditelisik lebih jauh, ada berbagai macam jenis ritual pengabenan yang dilakukan umat Hindu di Bali. Berikut jenis-jenis upacara pengabenan yang disarikan dari berbagai sumber :

1. Ngaben Sawa Wedana

Istilah pertama Upacara Ngaben mungkin merupakan istilah yang paling umum dibandingkan dengan istilah lainnya. Sebab, Ngaben Sawa Wedana merupakan salah satu jenis ritual Ngaben yang nantinya akan dikremasi masih memiliki tubuh fisik. Upaya ini dilakukan agar jenazah tidak membusuk hingga upacara Ngaben dimulai.

Baca juga:  Desa Adat Sumbersari Gratiskan Ngaben dan Metatah Kolektif

2. Ngaben Asti Wedana

Berbeda dengan Ngaben Sawa Wedana sebelumnya, Ngaben Asti Wedana merupakan salah satu jenis ritual Ngaben yang dilakukan setelah penguburan jenazah. Biasanya, hanya tulang belulang yang tersisa setelah digali dari kuburan tempat mereka dikuburkan untuk di kremasi.

3. Swasta

Swasta mengacu pada ritual Ngaben yang dilakukan tanpa kremasi jenazah. Hal ini biasa terjadi, mengingat banyak kejadian di mana jenazah hilang atau tidak pernah ditemukan, seperti kecelakaan pesawat dan peristiwa terorisme. Jenazah ini kemudian diganti dengan replika jenazah berbahan kayu cendana berupa lukisan dan foto jenazah.

Baca juga:  Jelang Kunker Kapolri, Kapolres Periksa Kendaraan Dinas

4. Ngelungah

Ngelungah merupakan jenis upacara Ngaben yang pertama berdasarkan kategori umur seseorang. Dalam Ngelungah, ritual Ngaben dilakukan kepada anak-anak yang belum gigi tanggal atau belum berganti gigi susu. Dapat disimpulkan bahwa jenazah anak yang dikremasi biasanya berusia sekitar 5-6 tahun.

5. Warak Kruron

Jenis Upacara Ngaben yang terakhir adalah Warak Kruron. Di Ngelungah yang dijelaskan di atas, anak-anak berusia antara 5 hingga 6 tahun dikremasi, namun di Warak Kruron, anak-anak berusia antara 3 hingga 12 bulan atau bisa dibilang bayi yang melakukan ritual ini. (Ni Wayan Linayani/balipost)

BAGIKAN