MANGUPURA, BALIPOST.com – Sehari sebelum Hari Raya Nyepi, Desa Adat Jimbaran kembali menghidupkan tradisi unik bernama Magegobog, sebuah warisan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Tradisi yang pernah populer di seluruh wilayah Jimbaran tersebut mendapat perhatian khusus dari warga Banjar Taman Griya.
Mereka berupaya melestarikan tradisi ini dengan menggabungkannya dengan unsur Padu Telu, menjadikannya lebih menarik dan relevan bagi generasi masa kini.
Sejak sore hari, Catus Pata Taman Griya dipadati warga lokal dan wisatawan mancanegara yang antusias menyaksikan tradisi tahunan ini. Mereka penasaran dengan pementasan yang menggabungkan seni, ritual, dan budaya yang sudah jarang ditemui di era modern.
Bandesa Adat Jimbaran, I Gusti Made Rai Dirga, menjelaskan bahwa tradisi Magegobog terakhir kali dilaksanakan pada tahun 1977, sebelum akhirnya tergeser oleh istilah Pangerupukan.
Untuk menghidupkan kembali Magegobog, Bendesa Dirga melibatkan sekaa teruna atau kelompok pemuda yang dibagi menjadi tiga kelompok.
Masing-masing kelompok bergerak ke arah utara, selatan, dan timur, sembari memainkan bunyi-bunyian tradisional seperti kekepuak, gendang, dan tek-tekan, yang dipercaya dapat menetralkan pengaruh roh jahat.
Tradisi Magegobog kali ini diperkaya dengan Padu Telu, yang merupakan rangkaian tambahan berupa pertunjukan tari fragmen.
Dalam pertunjukan tersebut, ditampilkan perang simbolis antara unsur air dan api, yang kemudian dinetralkan oleh unsur angin.
Upaya pelestarian ini juga mendapat perhatian dari kalangan akademisi, seperti profesor dari Universitas Tarumanegara yang menyoroti tantangan dalam mempertahankan budaya Bali. Tradisi seperti Magegobog, yang dianggap ‘mahal’ dan memerlukan banyak persiapan, dikhawatirkan akan sulit diteruskan oleh generasi berikutnya jika tidak mendapat dukungan penuh.
Bendesa Dirga berharap generasi muda semakin mengenal dan mencintai tradisi di Desa Adat Jimbaran. Dengan menghidupkan kembali Magegobog Padu Telu, Banjar Taman Griya Jimbaran menunjukkan komitmennya dalam menjaga dan memperkenalkan tradisi turun-temurun agar tetap lestari di tengah modernisasi yang pesat. (Parwata/balipost)