GIANYAR, BALIPOST.com – Menyikapi pergeseran peradaban Bali diperlukan komitmen pemimpin Bali dengan visi dan misi yang jelas untuk menjaga dan melindungi peradaban Bali. Pemimpin Bali mesti mampu menata dan mengawal Bali tanpa harus mengubah wajah Bali yang keluar dari spirit nilai tradisi, adat dan budaya yang memberikan ciri dan identitas Bali.
Hal itu ditekankan Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Gianyar, Drh. Anak Agung Gde Alit Asmara, Selasa (5/11). Dia mengatakan masyarakat Bali harus menjaga peradaban Bali berdasarkan nilai–nilai kearifan lokal Bali yang adiluhung yang bersumber dari leluhur yang telah ada sebelumnya. Yang berpedoman pada tiga konsep penting berdasarkan filisofi Tri Hita Karana yaitu sukerta tata parahyangan, sukerta tata pawongan, dan sukerta tata palemahan.
Alit Asmara menjelaskan sukerta tata parahyangan yang dapat dijelaskan bahwa berkaitan dengan tata titi krama Bali dengan tradisi lokalnya dapat berjalan dengan baik dan wilayah-wilayah kesucian Bali dapat terjaga dengan baik. Termasuk ancaman radikalisme dapat dihentikan.
Sukerta tata pawongan dimana krama Bali atau warga Bali dapat berpikir, berbicara sesuai tugas kedudukan dan fungsi atau sesana manut linggih sebagai ciri sopan santun, beretika, ramah, gotong royong atau kebersamaan dan harmoni.
Kondisi saat ini penduduk Bali sudah melebihi daya tampungnya. Penduduk Bali sekarang berdasarkan sensus penduduk berjumlah 4,3 juta.
Lebih lanjut Alit Asmara mengatakan, perlu penataan dan pengaturan ruang yang lebih tegas dan konsisten karena kepadatan penduduk Bali sekarang 753 jiwa/km sedangkan sesuai dengan data kependudukan idealnya, kepadatan penduduk 100 jiwa/km. Ini artinya penduduk Bali sudah overload, perlu pemikiran yang cerdas sebagai seorang pemimpin Bali ke depan berkaitan dengan penataan penduduk.
Sukerta tata Palemahan bagaimana masyarakat Bali dan pemimpin ke depan mampu memuliakan alam dengan menetapkan tata ruang dan dilaksanakan dengan konsisten dan tegas, melindungi potensi alam tersebut karena faktanya sekarang banyak lahan–lahan produktif yang tergerus karena alih fungsi yang tidak terkontrol seperti sepadan pantai, sepadan sungai, sepadan jurang, sepadan danau sudah menyempit akibat pengaturan ruang yang kurang tegas dan konsisten.
Alit Asmara menambahkan untuk itu diharapkan ke depan pemimpin Bali tidak mengubah wajah Bali. Sebaliknya, dapat menjaga dan melindungi Bali secara utuh melalui pemuliaan manusianya, pemuliaan alam dan kebudayaan untuk tetap menjaga peradaban Bali yang adiluhung bersumber dari nilai–nilai kearifan lokal bali (local wisdom) yang dijiwai Agama Hindu.
Peradaban Bali akan terjaga dengan baik apabila pemimpin Bali dan masyarakatnya mampu mempertahankan nilai–nilai budayanya sebagai karakter dan identitas dirinya yang berkaitan dengan potensi-potensi Bali dan dapat menjaga dan melindungi Bali dari berbagai ancaman.
Sementara itu Jro Bendesa Madya MDA (Majelis Desa Adat) Kabupaten Klungkung, Dewa Made Tirta, saat dihubungi, Selasa (5/11) menekankan, agar pemimpin Bali yang terpilih nanti betul-betul menegakkan mutiara kata, bahwa desa adat adalah benteng Bali. Supaya betul-betul membentengi dari rongrongan, gangguan, atau yang membuat ketidaknyamanan krama Bali itu.
Dalam upaya pembangunan di Bali, Dewa Made Tirta, juga menekankan, desa adat perlu dengan adanya kegiatan proyek fisik berskala besar di Bali. Sebab, setiap jengkal tanah yang ada di Bali, merupakan wewidangan desa adat. Namun, yang perlu ditegaskan, adalah bagaimana supaya desa adat itu benar-benar diakui perannya. Sehingga ada kegiatan apapun di lingkungan desa adat, desa adat itu harus tahu dan bisa berkontribusi untuk memberikan pertimbangan, apakah itu pantas, patut atau cocok dan bermanfaat bagi desa adat.
Jangan sampai aktivitas itu dapat mengganggu ketenteraman, apalagi menghilangkan pelaksanaan tradisi-tradisi yang sudah bagus di wilayah tersebut. Karena sekarang, menurut dia, untuk mendapatkan izin berbagai pembangunan fisik sudah cukup mudah. “Harapan kami di desa adat, ada pemberitahuan di desa adat, agar desa adat dapat berkontribusi dalam setiap aktivitas itu. Sehingga desa adat selamanya tetap terjaga dan utuh,” katanya.
Selama ini perhatian pemerintah daerah terhadap keberadaan desa adat dinilai sudah cukup baik. Meski demikian, tentu ada hal yang perlu disempurnakan. Dewa Made Tirta menegaskan, ketentuan Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, sudah dilaksanakan dengan baik. Tetapi, diakui ada pihak-pihak yang masih mempermasalahkan isi dari perda tersebut. Sehingga ada saja muncul pernyataan-pernyataan yang kontroversial.
“Memang itu tidak salah, namun dari apa yang dipersoalkan, manakah yang benar-benar menimbulkan sesuatu yang tidak bagus. Secara bijak itulah yang semestinya dievaluasi. Sehingga Bali yang sejak dulu selalu mengedepankan kasih sayang, dengan tujuan kedamaian, memang itulah yang menjadi tujuan besarnya di sini,” tegasnya.
Dia kembali mengingatkan, jangan kita sesama krama Bali, justru sampai berkata-kata yang mengusik ketenteraman krama di desa adat yang ada di Bali. Dia mengajak semua pihak duduk bersama demi kedamaian Bali, agar semua pihak di Bali selalu saling berpelukan. Agar Bali ini tetap kondusif siapapun yang nantinya menjadi pemimpin di Bali.
Dia juga menambahkan, dalam konteks Pilgub Bali, bahwa desa adat itu tidak ikut berproses untuk memenangkan salah satu pasangan calon. Tetapi desa adat bertanggung jawab untuk memenangkan hasil yang betul-betul sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. (Wirnaya/Bagiarta/balipost)