Guru Besar Undiknas Prof. IB. Raka Suardana. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) dimenangkan Donald Trump. Dampaknya bagi ekonomi global pun mulai ramai dibahas.

Bahkan, kemenangan Trump ini bisa menjadi ancaman serius bagi negera berkembang termasuk Indonesia. Donald Trump dengan pendekatan proteksionisme ekonominya akan membawa dampak signifikan pada negara-negara berkembang. Hal itu lantaran, kebijakan proteksionisme Trump akan berdampak pada negara–negara yang melakukan ekspor barang ke AS.

Akademisi Undiknas Prof. IB. Raka Suardana, Kamis (7/11) mengatakan, kemenangan Donald Trump dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat dapat membawa dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia, termasuk Bali.

Di antaranya, kemungkinan kebijakan ekonomi proteksionis dan perang dagang AS-China berlanjut. Karena saat kampanyenya, Trump menyebut akan mengenakan pajak bagi pengimpor dari Tiongkok sebesar 60 persen dan pengimpor dari negara lain 10 – 20 persen.

“Selama ini Trump dikenal dengan kebijakan ekonomi proteksionis, termasuk penerapan tarif tinggi pada impor dan potensi peningkatan ketegangan dagang dengan negara lain, khususnya China,” ujarnya.

Baca juga:  Dari Bakar Kasur hingga Miliaran Rupiah untuk Ribuan Penjor

Jika kebijakan semacam ini dilanjutkan, Indonesia mungkin menghadapi tantangan dalam perdagangan internasional, yang dapat mempengaruhi ekspor dan impor. AS merupakan negara tujuan ekspor Indonesia maupun Bali. Berdasarkan data BPS, AS merupakan negara terbesar kedua tujuan ekspor non migas Indonesia setelah Tiongkok.

Data dari Januari – September 2023 total ekspor non migas Indonesia ke AS sebesar USD17.400 juta, sedangkan pada Januari – September 2024 sebesar USD19.168 juta. Sementara bagi Bali, AS merupakan negara utama tujuan ekspor. Pada Januari-September 2024, nilai ekspor Bali ke AS mencapai Rp133,4 juta dan pada Januari-September 2023 nilai ekspor ke AS mencapai USD128,9 juta. Nilai ini jauh lebih tinggi dibanding negara tujuan ekspor lainnya yaitu Singapura USD47,5 juta, Australia USD42,7 juta.

Baca juga:  Bali Masih Laporkan Tambahan Kasus COVID-19 Capai Puluhan Orang

“Bali, sebagai destinasi wisata internasional, mungkin merasakan dampak dari perubahan kebijakan ini melalui penurunan jumlah wisatawan asing dan perubahan dalam rantai pasok barang,” ujarnya.

Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah akan terganggu, sebab kemenangan Trump dapat memicu penguatan dolar AS, yang berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah, meskipun BI telah menyatakan kesiapan untuk menstabilkan rupiah melalui intervensi jika diperlukan.

Namun, pelemahan rupiah dapat meningkatkan biaya impor dan mempengaruhi harga barang di dalam negeri, termasuk di Bali. Dampak selanjutnya adalah potensi tetap bertahannya Suku Bunga Acuan BI (BI Rate).

Dengan potensi ketidakpastian global dan tekanan pada rupiah, BI mungkin mempertahankan suku bunga acuan pada level yang relatif tinggi untuk menjaga stabilitas ekonomi. Suku bunga yang tinggi dapat mempengaruhi biaya pinjaman bagi pelaku usaha di Bali, termasuk sektor pariwisata dan perhotelan.

Baca juga:  Penerbangan Penumpang Komersial Dilarang Per 24 April hingga 1 Juni

Selain itu, akan adanya aliran investasi asing. Hal itu disebabkan kebijakan proteksionis dan ketidakpastian global dapat membuat investor lebih berhati-hati, yang berpotensi mengurangi aliran investasi asing ke Indonesia. Bali, yang bergantung pada investasi di sektor pariwisata dan properti, mungkin merasakan dampak dari penurunan investasi ini.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa kemenangan Trump berpotensi membawa tantangan bagi perekonomian Indonesia dan Bali secara khusus. Kebijakan proteksionis, potensi perang dagang, dan fluktuasi nilai tukar dapat mempengaruhi sektor pariwisata, investasi, dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Pemerintah dan pelaku usaha di Bali perlu mempersiapkan strategi adaptif untuk menghadapi kemungkinan perubahan ini. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN