Potret dari Ida Dewa Agung Jambe. Ida Dewa memperoleh gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintah Pusat pada 2023. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST. com – Ida Dewa Agung Jambe Raja Klungkung II, menjadi satu dari enam tokoh yang memperoleh gelar Pahlawan Nasional ditetapkan pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2023.

Kisah heroik dari Raja Klungkung, Ida Dewa Agung Jambe ini sebenarnya sudah menjadi catatan sejarah, khususnya bagi Kabupaten Klungkung. Raja yang berperang dalam Perang Puputan Klungkung pada 28 April 1908 ini sudah beberapa kali diajukan untuk memperoleh gelar Pahlawan Nasional karena jasanya dalam perang tersebut.

Di 2023, kerja keras dalam memberikan gelar Pahlawan Nasional pada Ida Dewa Agung Jambe akhirnya terlaksana. Dikutip dari berbagai sumber, Ida Dewa Agung Jambe dikenal sebagai pemimpin rakyat.

Ida Dewa Agung jambe merupakan keturunan langsung dari Ida I Dewa Agung jambe, seorang pendiri Kerajaan Klungkung. Ayah Ida Dewa merupakan keturunan Dinasti Waturenggong mendirikan Kerajaan Klungkung pada 1686.

Baca juga:  Pengumuman Anugerah Gelar Pahlawan Nasional Tak Dilakukan 10 November

Saat itu kerajaan memiliki wilayah kekuasaan yang sangat terbatas. Kerajaan lain di Bali seperti Buleleng, Karangasem, Bangli, Gianyar, Badung, dan Tabanan sudah dikuasai Belanda.

Sedangkan Dewa Agung harus meninggalkan daerah Sibang dan Abiansemal karena tuntutan pihak Belanda.

Pada bulan April 1908, ketegangan konon masih terus terjadi di Kerajaan Klungkung pada hari-hari sebelum pecahnya perang besar melawan penguasa kolonial Belanda. Pasalnya saat itu Kerajaan Klungkung merupakan wilayah yang belum ditaklukkan oleh penjajah Belanda.

Pada 13-16 April 1908, pasukan Belanda melakukan patroli keamanan di daerah Klungkung. Hal ini menimbulkan kemarahan masyarakat dan Raja Klungkung karena dianggap melanggar kedaulatan Kerajaan Klungkung. Orang-orang yang marah menyerang pasukan Belanda yang sedang berpatroli.

Baca juga:  Curi Dompet, Pria Asal Jember Dikeroyok Massa

Sepuluh tentara Belanda tewas dalam penyerangan itu, termasuk seorang pemimpin peleton berpangkat letnan. Belanda yang tak terima kemudian menuduh Kerajaan Klungkung melakukan pemberontakan dan memutuskan mengeluarkan ultimatum agar Raja Dewa Agung Jambe II menyerah sebelum 22 April 1908.

Pada 17 April 1908 Belanda melancarkan serangan ke Kerajaan Klungkung dan menewaskan sekitar 100 penduduk. Keesokan harinya, kota Klungkung mendapat serangan terus menerus dari wilayah perairan Klungkung.

Warga yang tinggal di pesisir pantai ketakutan dan mengungsi ke kota Klungkung. Pada 20 April 1908, pemerintah Hindia Belanda mendatangkan ribuan pasukan dari Batavia, dan pendaratan tersebut berlangsung hingga 26 April 1908.

Baca juga:  Kapten Mudita Belum Disetujui Jadi Pahlawan Nasional, Bangli akan Cek Kelengkapan Usulan

Pada akhirnya di 28 April 1908, Pasukan Belanda membombardir pertahanan Kerajaan Klungkung dan menyerbu istana. Tindakan kolonial ini semakin membuat marah keluarga kerajaan dan rakyat.

Mereka akhirnya menyerukan perang total, atau puputan. Pada saat itu, sang raja melakukan tindakan heroik dan memenuhi tugasnya sebagai seorang ksatria. Dia dengan berani memasuki medan perang dan berpartisipasi dalam perang.

Karena tidak seimbang dalam hal persenjataan, sang raja dan rakyatnya kehilangan nyawa di hadapan Pamedal Agung, yang kemudian menjadi saksi bisu perang heroik tersebut. Permaisuri dan Putra Mahkota juga tewas di medan perang. (Ni Wayan Linayani/balipost)

BAGIKAN