Wayan Koster (kiri) didampingi Giri Prasta memberikan pernyataan saat jumpa pers usai Debat Publik Kedua Pilgub Bali, Sabtu (9/11) di Sanur, Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Penolakan kehadiran Timnas Israel U20 oleh Gubernur Bali Periode 2018-2023, Wayan Koster, menjadi salah satu penyebab batalnya penyelenggaraan Piala Dunia U20 di Indonesia. Isu ini menjadi bahasan dalam Debat Publik Kedua Pilgub Bali yang diselenggarakan KPU Provinsi Bali di Sanur, Sabtu (9/11).

Calon Gubernur Bali nomor urut 1, Made Muliawan Arya alias De Gadjah, menyoroti sikap Koster yang menolak kehadiran tim nasional Israel dalam Piala Dunia U20 2023 saat mengemukakan pertanyaan kepada Paslon nomor urut 2, Koster-Giri, mengenai sikapnya dalam menjalankan program dari pemerintah pusat yang mungkin ditentang oleh partai pendukungnya.

Koster pun menyatakan ia akan tetap patuh terhadap kebijakan pemerintah pusat. Ia menegaskan program-program tersebut akan dijalankan dengan perhitungan dan kajian sesuai dengan kebutuhan daerah.

De Gadjah kemudian menanggapi pernyataan Koster dengan kembali membahas penolakan Koster terhadap timnas Israel di Piala Dunia U20 2023. Menurutnya, penolakan tersebut mencerminkan sikap pembangkangan dan subordinasi terhadap kebijakan pemerintah pusat.

“Jadi kami (jangan,red) olahraga dibawa ke politik, sebaiknya tidak elok. Ya sebagai pemerintah daerah, gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat, itu merupakan hal yang tidak baik untuk dicontoh, karena itu bukan kewenangan kita, kewenangan pemerintah pusat seperti keamanan, politik luar negeri, yustisi, fiskal dan lain-lain itu adalah kewenangan pusat bukan kewenangan Provinsi Bali atau gubernur,” kata De Gadjah.

Baca juga:  Antisipasi Gelombang Covid-19 saat Nataru

Oleh karena itu, hal ini perlu diperbaiki ke depannya agar koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dijalin dengan baik.

Koster pun menanggapi pernyataan De Gadjah tersebut. Koster menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menolak Bali untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U20.

Ia anya menolak kehadiran tim Israel main di Bali dalam ajang olahraga internasional tersebut. Ini berdasarkan amanah konstitusi. “Mengapa saya menolak? Karena ada Dasa Sila Bandung dalam Konferensi Asia-Afrika dan ada Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 3 Tahun 2019, tidak boleh mengibarkan bendera, menyanyikan lagu kebangsaan Israel di dalam forum-forum resmi. Sehingga, apabila ini dilaksanakan, mau tidak mau harus mengibarkan bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan Israel. Itu dilarang oleh aturan. Kita di daerah ikut aturan yang dibentuk oleh pemerintah pusat,” tegas Koster.

Baca juga:  Dituntut 7 Tahun Penjara, Profesor Winasa Seret Sekpri Dalam Kasus Perdin

Dalam konferensi pers seusai debat, Koster kembali menjelaskan berdasarkan keputusan Konferensi Asia-Afrika yang dituangkan dalam Dasa Sila Bandung tidak ada hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Israel. Sehingga, segala bentuk event formal yang melibatkan Pemerintah Israel tidak bisa dilaksanakan di Indonesia.

Apalagi, sudah dituangkan dalam Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 3 Tahun 2019, Indonesia tidak boleh menerima delegasi Israel dalam forum resmi, apalagi mengibarkan bendera Israel dan menyanyikan lagu Kebangsaan Israel.

Selain itu, Koster mengungkapkan bahwa momentum saat itu Bali sedang dalam posisi pemulihan pariwisata pasca pandemi Covid-19. Piala dunia U20 direncanakan pada Mei 2023. Sedangkan, Januari 2023 Bali sedang gencar melakukan recovery pariwisata karena sangat terpuruk akibat hantaman pandemi Covid-19.

Koster mengakui saat itu banyak terjadi pro kontra di tengah masyarakat Indonesia. Dan sebagian besar menolak kehadiran tim Israel di Indonesia.

Baca juga:  Umat Hindu Diajak Ambil Bagian Dalam Pembangunan Teknologi Industri

Sebab, apabila ini berjalan akan ada potensi gangguan keamanan di Provinsi Bali. “Kalau itu ramai-ramai terjadi di Bali, maka risiko terburuk yang terjadi adalah momentum pemulihan pariwisata akan terputus dan itu tidak akan berlanjut. Risikonya, pemulihan akan menjadi lebih lama lagi. Dan kondisi perekonomian kita akibat pariwisata yang terpuruk ini akan semakin terpuruk. Nah pilihannya adalah bagaimana kita menjaga momentum pemulihan pariwisata agar pariwisata Bali bangkit, sehingga perekonomian Bali bangkit kembali,” ungkap Koster.

Dengan kebijakan tersebut, Koster mengatakan bahwa pariwisata Bali mampu pulih lebih cepat. Begitu juga ekonomi Bali sudah membaik bahkan kondisinya lebih baik sebelum Covid-19.

Pariwisata juga sekarang kondisinya lebih baik dari sebelum Covid-19. “Itu kebijakan yang saya lakukan, suatu pilihan yang pahit yang harus dilakukan pada saat itu untuk memilih agar pemulihan pariwisata berjalan terus berlanjut pemulihannya dan bangkit kembali, begitu juga ekonominya, sehingga pariwisata sekarang ini sudah nyaman kondisi ekonomi yang ada sekarang. Saya kira itu pilihannya,” pungkas Koster. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN