Tiga paslon Pilkada Klungkung menghadiri debat pertama di Sanur, Denpasar pada Jumat (15/11) malam. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Debat terbuka pertama pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Klungkung, Jumat (15/11) malam, berlangsung seru. Masing-masing paslon mampu menunjukkan kemampuannya, argumentasi yang kuat.

Selain menyampaikan visi dan misi, debat diwarnai pertanyaan tajam dari antarpaslon, salah satunya soal isu “satu jalur” yang sering menjadi andalan bahan kampanye.

Dari beberapa sesi yang diatur dalam debat oleh KPU Klungkung, sesi paling menarik adalah sesi tanya jawab dan sanggah antar paslon.

Setiap paslon, bisa bertanya kepada paslon lain, sekaligus menyanggah jawaban dari paslon, apabila jawabannya dianggap keliru atau tidak sependapat. Seperti saat paslon nomor urut 1, Astaguna (I Made Kasta dan I Ketut Gunaksa), berkesempatan bertanya kepada paslon 3, paket Jaya (Ketut Juliarta-Made Wijaya).

Baca juga:  Klungkung Perlu Tiga Hari untuk Lipat Surat Suara Pilpres

“Saudara sering menyebut linier, one comando, satu jalur dalam setiap kampanye, apakah yang saudara maksud dengan itu?” tanya Gunaksa.

Pertanyaan itu pun ditanggapi lugas oleh Made Wijaya. Bahwa ungkapan itu dalam artian, bahwa mereka merupakan pasangan satu jalur dari pemerintah pusat.

Saat ini sebagai Presiden RI adalah Prabowo Subianto, yang sekaligus adalah Ketua Umum Partai Gerindra, partai pengusung mereka pada Pilkada Klungkung. Dengan situasi ini, Wijaya jelas berharap adanya intervensi dari pusat dalam hal dukungan anggaran, untuk mendorong pembangunan di Klungkung, apabila paket Jaya menang dalam Pilkada ini.

Baca juga:  Fenomena Digital, Peluang Bali Munculkan Keunikan Garap Wisatawan Milenial

Namun, bagi Gunaksa, ungkapan itu memiliki arti berbeda. Jika dalam dilihat dalam perspektif tatanan birokrasi dan regulasi, apapun partainya, selesai pilkada, pada akhirnya tentu harus satu jalur, antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten.

Jawaban Gunaksa itu pun mendapat tepuk tangan dan dukungan penonton yang hadir di dalam ruang debat, hingga berulang kali harus diperingatkan moderator untuk tertib.

“Satu jalur itu bukan karena satu warna, tetapi siapapun yang jadi presiden, gubernur, atau walikota/bupati, tentu agenda pembangunannya harus serasi. Sehingga tentu tetap akan mendapat dukungan anggaran dari APBN. Jadi dalam konteks ini, paslon 1 (Astaguna) dan paslon 2 (Satriya), sebenarnya tetap satu jalur juga,” tegasnya.

Baca juga:  Di Bali, Terdapat Ratusan Putusan Belum Dieksekusi

Namun, bukan debat namanya kalau ungkapan itu tak disanggah paslon paket Jaya. Menyanggah pertanyaan itu, Made Wijaya kembali mempertegas bahwa dukungan pembangunan dari pusat, tidak serta merta turun ke daerah.

Dalam konteks dukungan anggaran, Wijaya menerangkan bahwa anggaran pusat ke daerah ada tiga, yaitu DAU (Dana Alokasi Umum) dan Dana Bagi Hasil yang sudah jelas kalkulasi hitungannya. Namun, ada satu lagi yaitu DAK (Dana Alokasi Khusus), yang perjuangannya harus ada lobi-lobi ke pusat.

“Jika kita satu jalur (satu partai dengan presiden) sudah pasti proses komunikasi akan menjadi lebih baik. Sehingga lebih mudah menjawab kebutuhan pembangunan di daerah,” terangnya. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN