Ni Made Ayu Dwijayanti. (BP/Istimewa)

Oleh Ni Made Ayu Dwijayanti 

Bali, pulau yang identik dengan budaya dan keindahan alamnya kini menghadapi tantangan terkait polusi, terutama di area yang padat wisatawan seperti Kuta, Seminyak, Sanur dan kawasan Ubud. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap polusi di Bali meliputi peningkatan jumlah kendaraan, terutama kendaraan bermotor, lalu lintas yang padat seringkali memperburuk kondisi ini.

Kebisingan dari kendaraan, kegiatan jasa wisata dan polusi air akibat limbah dari hotel, restoran, dan ke-
giatan industri yang tidak dikelola dengan baik menjadi realitas di lapangan. Bali Zero Emission 2045 merupakan program inisiatif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Bali hingga mencapai netralitas karbon pada tahun 2045.

Pelaksanaan program ini ditujukan untuk mengembangkan strategi dan peta jalan berbasis ilmiah untuk mewujudkan Bali yang lebih bersih, dengan tetap
dengan mempertimbangkan konteks lokal dan budaya Bali. Konsep adopsi kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam, seperti konservasi hutan bakau dan habitatnyauntuk menjaga keanekaragaman hayati.

Baca juga:  Pertama di Indonesia, Danone-AQUA Luncurkan Kemasan Botol Plastik 100% Hasil Daur Ulang

Hingga saat ini masyarakat Bali dan sebagian besar orang Hindu masih memiliki hubungan spiritual yang kuat dengan alam.

Konsep “Tri Hita Karana,” yang mengajarkan pada konsep harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan, dapat digunakan sebagai dasar untuk mempromosikan keberlanjutan era masa kini. Banyak hal telah dilakukan
Provinsi Bali dalam upaya Menuju Bali Emisi Nol Bersih 2045 dengan mewujudkan sumber energi terbarukan, mengurangi sampah plastik, mendorong transportasi ramah lingkungan, dan meningkatkan upaya konservasi habitat alami yang menjadi urgensi saat ini adalah upaya upaya agar program ini sampai kepada masyarakat luas utamanya warga Bali.

Baca juga:  Setahun, Volume Sampah TPA Mandung Naik 15 Persen

Dukungan Masyarakat

Program Bali Net Zero Emissions 2045 harus mendapatkan dukungan partisipasi aktif semua pihak, termasuk masyarakat. Program mulia ini agar tidak sekadar “lip service” dalam konteks kebijakan lingkungan yang hanya merujuk pada pernyataan atau
komitmen yang tampak mendukung lingkungan,
tetapi tidak diikuti dengan tindakan yang nyata
dan efektif.

Masih rendahanya animo masyarakat menggunakan transportasi umum, penggunaan kendaraan pribadi secara berlebinhan, pembakaran sampah, alih fungsi lahan pertanian untuk pemukiman merupakan bukti nyata yang dapat meningkatkan jejak karbon individu. Pemda Provinsi Bali selaku regulator terkait perlu melakukan upaya aktif agar program ini dapat terwujud secara nyata dan berkelanjutan.

Ketidakpedulian masyarakat terhadap program zero emission dapat disebabkan karena kurangnya tingkat pemahaman pentingnya keberlanjutan dan dampak
perubahan iklim, sehingga program dirasa tidak relevan. Penyampaian informasi program yang tidak efektif, bisa jadi menyebabkan masyarakat bingung dan tidak tau cara berkontribusi dan mendukung program ini.

Baca juga:  Karya Agung Pangurip Gumi Jadi Sarana Edukasi Pengolahan Sampah

Di era digital saat ini, dimana masyarakat lebih banyak mendapatkan informasi lewat gadget di genggaman. Dengan pendekatan yang kreatif dan informatif, sosialisasi tentang program zero emission dapat meningkatkan kesadaran dan mendorong tindakan
nyata dari masyarakat.

Tindakan sederhana dapat diwujudkan lewat konten yang menjelaskan konsep zero emission, kondisi dampak akibat perubaha iklim, dan upaya partisipatif lainnya. Webinar, forum diskusi dan influencer milenial juga dapat menjadi pilihan. Dengan dukungan dari masyarakat, pemerintah, dan sektor terkait, Bali dapat menjaga keindahan alam dan budaya dengan tetap melindungi lingkungan untuk generasi mendatang.

Penulis, Mahasiswa Angkatan 4 Program Doktor Ilmu Akuntansi-Universitas Udayana

 

BAGIKAN