Suasana di Pasar Badung, Denpasar. Ekonomi Bali yang ditekan dengan tingginya angka inflasi, pada 2025 nanti akan kian melambat akibat kondisi global dan tekanan dalam negeri. (BP/Melynia Ramadhani)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sejumlah kebijakan tahun 2025 akan semakin membuat pengusaha terdampak signifikan. Ekonomi Bali yang ditekan dengan tingginya angka inflasi, pada 2025 nanti akan kian melambat akibat kondisi global dan tekanan dalam negeri. Akibatnya, daya beli krama Bali kian melemah pada 2025. Demikian diungkapkan Akademisi dari Undiknas Prof. IB. Raka Suardana, Senin (18/11).

“Pada tahun 2025, pengusaha di Bali diperkirakan akan menghadapi beberapa tantangan signifikan. Salah satunya adalah soal defisit APBD, yang Pemprov Bali memproyeksikan defisit APBD pada tahun 2025,” ujarnya.

Mulai 2025 pemerintah akan menerapkan kenaikan PPN menjadi 12 persen ditambah di Bali sendiri APBD dirancang defisit Rp691 miliar pada 2025. Selain itu diterpa kondisi global atas kemenangan Trump yang dinilai akan menerapkan kebijakan proteksionisme.

Hal ini dapat mempengaruhi alokasi dana untuk infrastruktur dan program pendukung sektor usaha. Dari sisi persaingan bisnis, Bali memiliki persaingan bisnis yang ketat, terutama di sektor pariwisata dan perhotelan.

Baca juga:  Tolak Revitalisasi Pasar Umum Gianyar, Persatuan Pedagang Ruko Bersurat ke Bupati

Raka Suardana mengatakan, menghadapi 2025, pengusaha perlu berinovasi dan meningkatkan kualitas layanan untuk tetap kompetitif. Namun, bagi para pengusaha yang tidak mengandalkan proyek pemerintah, jika situasi kondusif tetap terjaga dan pariwisata tak terganggu, maka perekonomian Bali akan tetap tumbuh, bahkan bisa melebihi pertumbuhan ekonomi nasional.

Sementara, kenaikan PPN menjadi 12% dapat menjadi hambatan serius bagi perekonomian Bali, terutama sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah. Kenaikan ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat.

Di tengah kondisi itu, sektor jasa keuangan perbankan diharapkan dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mendukung sektor usaha di Bali melalui skema kredit yang ditawarkan.

Namun, dengan tantangan ekonomi yang ada, termasuk defisit APBD dan kenaikan PPN, kata dia, perbankan menurutnya akan lebih selektif dalam penyaluran kredit. Pengusaha perlu menunjukkan kelayakan usaha dan manajemen risiko yang baik untuk mendapatkan akses pembiayaan.

Baca juga:  Was-was, Warga Temukus Pilih Ngungsi di Banjar Kedungdung

Pemerintah Provinsi Bali menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,75% pada tahun 2025, dengan inflasi dijaga di kisaran 2,5% ± 1%. Target ini menunjukkan optimisme terhadap pemulihan ekonomi, yang diharapkan dapat didukung oleh sektor perbankan melalui penyaluran kredit yang tepat sasaran.

Wakil Sekretaris Umum HIPMI Bali, I Made Yoga Adi Putra, mengaku pesimistis terhadap ekonomi Bali. Tahun depan dipredikasi ekonomi Bali akan stagnan dengan kebijakan kebijakan tersebut. Karena melihat histori ekonomi sejak pertengahan tahun secara nasional terjadi deflasi yang bisa menjadi indikasi penurunan daya beli masyarakat.

“Saya khawatir ekonomi Bali stagnan tapi tidak sampai turun lagi karena kita melihat pembangunan di Bali baik pemerintah maupun swasta masih masif,” ujarnya.

Baca juga:  Luhut Sebut Bali Perlu Perhatian Khusus, Kasus COVID-19 Meningkat Pesat Lampaui Puncak Delta

Dengan naiknya PPN menjadi 12 persen akan kembali menekan konsumsi masyarakat. Ia meyakini dengan penurunan harga tiket pesawat dapat menyeimbangkan kondisi saat ini terutama untuk Bali karena akan berdampak pada pariwisata Bali. “Pelaku usaha di Bali kebanyakan bergerak di usaha pariwisaata,” ujarnya.

Ia khawatir pada daya beli masyarakat yang notabene berpendapatan tetap sementara harga-harga barang naik. Ia berharap kenaikan UMP dapat naik signifikan sehingga dapat mendongkrak daya beli masyarakat.

Meski APBD dirancang defisit namun menurutnya tidak banyak pengusaha berharap dari proyek pemerintah. Karena sektor usaha di Bali lebih banyak bergantung dari sektor pariwisata (eksternal demand), sehingga yang dikhawatirkan adalah kondisi eksternal seperti kebijakan Trump dikhawatirkan mempengaruhi kunjungan wisata. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN