Desak Rurik Pradnya Paramitha Nida. (BP/Istimewa)

Oleh Desak Rurik Pradnya Paramitha Nida

Pemikiran manusia bagaikan “tabu lasa,” pendidikan berkualitas penting untuk pembentukan karakter, pengembangan potensi diri baik dari segi intelektual, emosional, maupun sosial. Pendidikan berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan. Agar dapat tercapai, perlu adanya perkembangan proses pembelajaran.

Salah satu upaya peningkatan pembelajaran yaitu mengembangkan teknologi informasi yang efektif. Pernahkah anda berpikir bahwa perkembangan teknologi saat ini telah membawa perubahan yang signifikan dalam dunia pendidikan?

Dulu, proses belajar mengajar sangat bergantung pada buku teks dengan metode konvensional. Namun, kini bahan ajar tidak terbatas pada cetak fisik buku. Berbagai alat penunjang teknologi komunikasi seperti handphone, laptop dan berbagai gadget yang terkoneksi internet bukan lagi menjadi sesuatu yang “asing”, melainkan kebutuhan.

Perkembangan ini berdampak pada sistem pendidikan yang lebih interaktif dan fleksibel. Akses informasi lebih luas dan mudah, peluang kolaborasi dan inovasi lebih besar. Upaya pemerintah meningkatkan teknologi untuk dunia pendidikan diharapkan dapat memperbaiki
kualitas pembelajaran. Proses pembelajaran berpengaruh pada cara berpikir kritis, kreatif, dan analitis.

Baca juga:  DTIK Festival, Ini Rekayasa Lalinnya

Selain kemudahan jelajah digital, alat bantu pembelajaran juga semakin mempuni. Kita dapat mengakses data, informasi apapun dengan mudah dalam waktu sangat singkat. Menghitung atau memproses data dengan alat atau aplikasi.

Tentunya membuka peluang baru tapi juga men-
imbulkan tantangan yang serius. Jika kita tinjau perkembangan generasi ke generasi terhadap teknologi informasi, generasi baby boomers (Lahir antara tahun 1946-1964) mengganggap teknologi sebagai alat baru, generasi X (Lahir antara tahun 1965-1980) cenderung lebih lambat dalam mengadopsi teknologi.

Generasi Milenial atau Generasi Y (lahir antara tahun 1981 hingga 1996) dianggap sebagai “digital natives”
karena tumbuh besar bersama teknologi digital. Generasi Z (Lahir setelah milenial, sekitar tahun
1997-2012) dianggap lebih mahir teknologi.

Sedangkan di atas 2013 disebut generasi alpha yang melambangkan awal atau permulaan, karena merupakan generasi pertama yang benar-benar lahir dan tumbuh di era digital. Mereka sangat akrab dengan teknologi sejak usia dini, bahkan sebelum mereka bisa berbicara.

Meskipun generasi baby boomers menyerap teknologi lebih lambat, namun berbanding terbalik dengan nilai dan gaya kerja. baby boomers cenderung lebih loyal, pekerja keras dan hierarkis.

Baca juga:  Strategi Hybrid Bank BRI Beri Kenyamanan Nasabah

Pernahkan Anda melihat cuplikan siswa SMA yang tidak bisa menjawab penjumlahan dengan benar meski hanya angka belasan? Atau murid sekolah yang tidak tau ilmu pengetahuan umum dasar? Mirisnya bahkan ada yang
tidak dapat menyebut nama presiden dan wakil presiden dengan benar apalagi nama pahlawan dan sejarah.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa karena terbiasa menggunakan alat bantu hitung? Atau tidak pernah menghafal, karena bisa dengan mudahnya mencari informasi dalam satu klik?

Bila kemajuan ini dapat dimanfaatkan dengan bijak kita dapat membuka jalan menuju masa depan pendidikan yang lebih inklusif, adaptif, dan berkualitas. Teknologi dapat berperan sebagai perantara dalam penyampaian
materi pembelajaran. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan (selain buku), tetapi bisa dengan mudah mencari pengetahuan dari berselancar di dunia digital.

Indonesia terdiri dari banyak kepulauan masih banyak daerah tertinggal. Sudahkan mereka merasakan manfaat perkembangan teknologi informasi? Sedangkan infrastruktur dan kesejahteraan belum merata. Jangkankan internet, bahkan listrikpun tidak ada.

Baca juga:  Menjelang Tiga Tahun Pasca-‘’Tax Amnesty’’

Perangkat teknologi seperti laptop, tablet, atau bahkan
smartphone juga menjadi faktor penentu dalam aksesibilitas Pendidikan, tetapi masih banyak kalangan bawah yang belum mampu memilikinya. Pemerintah perlu melakukan perluasan infrastruktur internet ke daerah-daerah terpencil dan peningkatan pendanaan untuk memastikan semua siswa memiliki akses yang sama ke pendidikan berbasis teknologi.

Hal tersebut bukanlah satu-satunya solusi, karena infrastruktur hanyalah alat pembantu, yang terpenting dalam pembelajaran adalah bagaimana kita mampu meningkatkan kemampuan kognitif yang memungkinkan kita untuk berpikir, belajar, mengingat, dan memecahkan masalah. Kemampuan kognitif juga mencakup berbagai fungsi seperti perhatian, memori, penalaran, dan pemecahan masalah.

Fokus terpenting untuk memajukan Pendidikan adalah dari bagaimana upaya kita dalam mengasah kemampuan kognitif. Jika kita memiliki akses teknologi informasi, maka gunakanlah secara bijak dengan peran serta orang tua.

Sebagai pengguna, gunakanlah digitalisasi sebagai alat bantu, bukan menjadikannya senjata untuk menyerang diri sendiri.

Penulis, Mahasiswa Angkatan 4 Program Doktor Ilmu Akuntansi Universitas Udayana

BAGIKAN