Sejumlah WNA berada di area Terminal Keberangkatan Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali. (BP/Melynia Ramadhani)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun angkat bicara menyikapi adanya pemberitaan di media online bahwa Bali menjadi salah satu dari 15 destinasi yang tidak layak dikunjungi tahun 2025. Menurutnya, keindahan dan ragam budaya yang dimiliki Bali menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara untuk berlibur ke Pulau Dewata ini. Hal ini pun menjadikan Bali sebagai destinasi wisata paling aman dan nyaman.

Tak hanya itu, Bali yang mengusung tagline “Pariwisata Budaya” juga merupakan destinasi paling bahagia. Seiring perkembangan pariwisata, destinasi penunjang atau pelengkap tersedia. Baik itu beach club, watersport, taman safari, maupun wisata buatan lainnya. Semua itu sebagai pelengkap dari Pariwisata Budaya Bali.

“Kita mengakui bahwa sejak berakhirnya Covid-19 terjadi euforia wisatawan untuk berlibur khususnya ke destinasi yang dianggap aman dan nyaman,” ungkap Tjok Bagus Pemayun, Jumat (22/11).

Dijelaskan, Bali dianggap tempat yang paling aman dan nyaman untuk dijadikan lokasi liburan karena alam Bali yang indah, budaya yang unik serta keramahtamahan masyarakatnya. Kondisi ini membuat peningkatan kunjungan wisatawan yang sangat signifikan.

Baca juga:  Bupati Sampai Tokoh Masyarakat Apresiasi Kerja Keras Gubernur Koster dan Wagub Cok Ace Membangun Klungkung

Bahkan di tahun 2024 baru sampai bulan oktober, sudah mencapai 5,3 juta orang. Akan tetapi jumlah ini masih tidak jauh berbeda dengan apa yang pernah terjadi di tahun 2019. “Jadi, jika ada isu overtourism, mungkin hal itu tidak seratus persen benar,” tegasnya.

Tjok Bagus membeberkan, terjadinya kemacetan di beberapa titik di Bali, khususnya di Bali bagian selatan ini akibat wisatawan yang datang ke Bali, masih terkonsentrasi di bagian selatan Pulau Bali, khususnya di daerah Jimbaran, Kuta, Legian, Seminyak, dan Canggu. Akan tetapi, masih banyak daerah-daerah di Bali belum banyak dikunjungi wisatawan seperti: Pemuteran, Lovina, Amed, Tulamben, Candidasa dan lain-lain. “Jadi jika Bali disebut overtourism, ini tidak benar, ini hanya kurang meratanya kunjungan wisatawan di Bali,” tandasnya.

Baca juga:  Ratusan Naker Migran dari Yunani Tiba

Upaya yang dilakukan pemerintah di Bali untuk menghindari konsentrasi wisatawan menumpuk di bagian selatan, lanjut dia, saat ini pemerintah telah mengeluarkan aturan moratorium pembangunan akomodasi di bagian selatan, sehingga pembangunan akomodasi wisatawan akan diarahkan ke daerah-daerah lain di Bali,  seperti daerah utara di Buleleng, daerah timur di Klungkung, Bangli dan Karangasem, serta dan daerah barat di Tabanan dan Jembrana.

Di sisi lain, terkait masalah kemacetan, Pemerintah Provinsi Bali sudah memiliki beberapa program seperti, pembangunan LRT, underpass, serta penyediaan transportasi publik yang terintegrasi seperti “Teman Bus”, serta rencana pembangunan jalur kereta api keliling Bali.

“Terkait dengan sampah plastik, sebenarnya sejak tahun 2019 Pemerintah Provinsi Bali sudah mengeluarkan aturan untuk pengurangan penggunaan plastic sekali pakai, serta pengolahan sampah berbasis sumber. Semua program ini sedang berproses. Jika program ini berhasil, maka diharapkan ke depan, Bali akan terbebas dari masalah sampah khususnya  sampah plastik” jelasnya.

Baca juga:  Penumpang Bus Mudik ke Banyuwangi Meninggal

Di samping memberikan penjelasan terkait usaha yang sudah di lakukan pemetintah, Tjok Bagus juga menyampaikan munculnya isu seperti ini harus dijadikan bahan introspeksi diri, agar semua pihak bisa mengambil peran sesuai tugas, peran dan fungsi masing-masing. Seluruh stakeholders harus memiliki tanggung jawab dalam ikut menjaga keberlangsungan pariwisata Bali, karena ini adalah sumber hidup kita bersama.

Tjok Bagus juga mengimbau dan mengingatkan semua pihak, baik itu pelaku pariwisata, stakeholder, dan juga seluruh masyarakat Bali untuk bijak dalam bermedia sosial, saring sebelum sharing. Mengingat, pariwisata sangat rentan terhadap isu negatif. Karena, isu negatif yang diunggah ke media sosial jika viral, maka itu akan berpengaruh terhadap citra pariwisata itu sendiri. Yang juga berdampak pada tingkat kunjungan wisata. Di sisi lain, negara kompetitor juga terus berbenah. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN