Anggota DPD RI Dapil Bali sekaligus Ketua Ikayana, IB. Rai Dharmawijaya Mantra (2 kiri) memberikan keterangan terkait penanganan dan pencegahan bunuh diri, Senin (25/11). (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Angka bunuh diri di Bali menjadi tertinggi secara nasional mesti menjadi perhatian semua pihak. Manajemen krisis pencegahan dan penanganan harus segera dibuatkan payung hukum seperti Peraturan Daerah (Perda). Demikian mengemuka dalam diskusi terkait penanganan dan pencegahan bunuh diri, Senin (25/11).

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ., mengatakan, penyebab bunuh diri multifaktorial, gabungan dari banyak faktor. Karena multifaktorial dan multisektor, diperlukan kolaborasi banyak pihak.

“Mulai dari pencegahan faktor terjadinya bunuh diri seperti layanan konseling, faktor lingkungan, hingga terjadinya kasus dibutuhkan ambulans sehingga perlu kerja sama dengan BPBD, dibawa ke rumah sakit, sehingga perlu kerja sama dengan RS, ada kamarnya engga? Jika kamar tersedia, siapa yang menanggung beban biayanya, sehingga lembaganya multisektor,” bebernya.

Baca juga:  Wanita Medan Ditemukan Tewas Bersimbah Darah

Dengan demikian perlu penanganan multisektor, antarlembaga. Angka bunuh diri di Bali yang angkanya 3,07 per 100.000 penduduk itu, hampir 2 kali lipat dari peringkat II kasus bunuh diri terbanyak, yakni Yogyakarta. Sedangkan dibandingkan rata-rata angka bunuh diri secara nasional, angka bunuh diri di Bali lima kali lipat lebih tinggi.

Dengan melihat angka tersebut, menurutnya, sangat urgen manajemen pencegahan dan penanganan kasus bunuh diri Bali dipayungi dengan Perda.

Baca juga:  Di Bali, Usia Muda Terbanyak Tertular COVID-19

Anggota DPD RI Dapil Bali sekaligus Ketua Ikayana, IB. Rai Dharmawijaya Mantra menilai perlunya pelayanan publik yang terintegrasi dan mudah diakses masyarakat. “Nah sekarang, pelayanan publiknya ada tapi tetap terjadi berarti ada gap di sana. Itu yang perlu diselesaikan pemerintah, kepentingan ego sektoralnya seperti apa,” ujarnya.

Menurutnya, diperlukan juga sistem terintegrasi pencegahan bunuh diri dari tindakan promotif, preventif, intervensi krisis, kuratif dan rehabilitatif dalam satu sistem informasi digital terstandar non stigma. Sistem ini harus melibatkan seluruh stakeholder organisasi perangkat daerah, RS, organisasi profesi kesehatan, yayasan kelompok rentan dan suicide helpline yang sudah ada.

Baca juga:  Kedapatan Berjualan di Trotoar, PKL Didenda Rp 300.000

“Penanganan dan pencegahan bunuh diri bukanlah persoalan yang dapat diselesaikan satu, dua pihak. Dibutuhkan kolaborasi lintas sektoral dan komitmen pemerintah di dalamnya. Maka penting adanya good will dari pemangku kepentingan, apalagi kesehatan mental adalah salah satu aspek dalam mewujudkan SDM yang unggul,” ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Bidang V Ikayana, Pengabdian Masyarakat dr. AA. Istri Mira Yudiani didampingi Sekretaris Bidang V Ikayana Gusti Alit Suputra mengatakan, notulensi yang dihasilkan dari diskusi untuk penanganan dan pencegahan bunuh diri berasal dari 14 lembaga. Notulensi ini akan menjadi bahan rekomendasi untuk membuat kebijakan pemerintah dan diikuti seluruh stakeholder terkait. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN