DENPASAR, BALIPOST.com – Kementerian Pariwisata menyiapkan paket wisata 3B yaitu Banyuwangi, Bali Barat dan Bali Timur. Hal itu dinilai dapat memeratakan pariwisata Bali yang selama ini terkonsentrasi di Bali selatan.
Namun, Peneliti Pusat Unggulan Pariwisata Universitas Udayana (Pupar Unud) I Made Sarjana, Jumat (29/11), mengatakan konsumen tak bisa dipaksa untuk membeli sebuah paket wisata. Selera pasar agak sulit diatur oleh produsen.
Apalagi wisatawan sekarang kebanyakan dari gen Z dan kaum milenial. Mereka sangat independen dalam mengambil keputusan.
Jika produk dan layanan terlampau biasa alias semua orang dapat menikmati dengan mudah atau populer, ada kecendrungan mereka tidak mau. Sehingga perlu komunikasi yang intensif antara produsen dan konsumen produk dan layanan pariwisata.
“Jangan sampai produsen menggurui atau memaksa wisatawan,” ujarnya.
Menurutnya jika pengembangan pariwisata Bali, maka harus fokus di Bali. Namun jika mengembangkan Bali and Beyond, semua yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai destinasi pariwisata seperti Banyuwangi, Lombok, Sulawesi, dan lain-lain juga harus diperhatikan.
Selain itu, pengelolaan pariwisata Bali diingatkan agar memperhatikan keseimbangan hulu dan hilir. Pembangunan pariwisata berkelanjutan dari aspek lingkungan sangat penting dipikirkan selain sosial dan ekonomi.
“Masyarakat Bali punya tanggung jawab moral menjaga keseimbangan hulu, tengah dan teben (hilir) dalam menjaga kelestarian lingkungan. Secara sederhana diimplementasikan dalam pelestarian sistem subak, hulu hutan dan danau, tengahnya DAS, tebennya distribusi air irigasi di masing-masing subak,” bebernya.
Selain itu menurutnya di hulu perlu penertiban investasi yang sangat masif seperti di Batur UNESCO Global Geopark (BUGG), melalui perencanaan pariwisata dengan sistem zonasi.
“Zonasi mana yang boleh dibangun, zonasi mana yang dilarang, berapa luas areal yang bisa dimanfaatkan untuk investasi, berapa yang harus lestari, itu harus jelas. Termasuk arsitektur dan bahan bangunan harus standarisasi akar karakteristik Bali, tidak kabur karena selama ini bentuk dan arsitektur bangunan tergantung maunya investor. Di tengah dan di teben juga demikian,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)