DENPASAR, BALIPOST.com – Juknis program makan bergizi gratis hingga kini masih belum ke luar. Program ini akan banyak menghadapi tantangan di Bali pascapemerintah menurunkan anggaran program ini dari Rp 15.000 per siswa menjadi Rp 10.000. Sementara uji coba di Bali program ini minimal menghabiskan Rp 17.000.
Hal itu terungkap pada Dialog Merah Putih Bali Era Baru di Warung Bali Coffee, Jalan Veteran 63 Denpasar, Rabu (4/12).
Pengamat pendidikan Ida Bagus Anom mengungkapkan program makan bergizi gratis positif memenuhi janji kampanye Prabowo Gibran. Namun program ini tak boleh tergesa-gesa apalagi sembarangan dilakukan.
Dengan anggaran Rp 10.000, angka ini sulIt dipenuhi di Bali. Program strategis ini, kata dia, di Bali akan banyak menghadapi kendala dan tantangan.
Dia minta pemerintah memprioritaskan program ini bagi rakyat miskin, daerah terluar dan terbelakang. Bukan dilakukan secara merata karena berbahaya bagi siswa yang orangtuanya mampu.
Sebab, harga makanan bergizi Rp10. 000 bagi keluarga mampu bisa merusak gizi anak karena mereka sudah terbiasa makan bergizi.
Bagaimana dengan Kota Denpasar? Pengawas sekolah, Dewa Bagus Putu Edwin Pradipta menegaskan saat ini juknis program ini belum ada. Namun demikian Disdikpora dan Pemkot Denpasar sudah merancang anggaran tambahan mendukung program ini yakni Rp 50 miliar.
Dana ini diperuntukkan kepada semua siswa di PAUD, TK, SD, dan SMP yang jumlahnya 137.000 siswa. Secara matematika, dana ini disedot Rp 1,3 miliar hanya untuk sekali makan. Guna menutupi kekurangan dana Rp 10.000 yang bergizi seimbang.
Terhadap masalah itu Sekdis Disdikpora Bali, Made Sutarjana mengatakan Pemprov Bali lewat Disdikpora Bali yang memiliki kewenangan SLB, SMA dan SMK masih menunggu juknis pusat.
Sebab hasil uji coba di SD dan SMP di Buleleng satu porsi makan per siswa minimal Rp 17.000. Angka ini lebih tinggi dari anggaran pusat yang hanya Rp 10.000. Jika menggunakan sumber pangan lokal dia yakin bisa ditekan jadi Rp10.000.
Tantangan lain yang perlu dipikirkan yakni siswa SD makan memerlukan waktu 15 menit dan anak SMP selama 10 menit sehingga tidak mengganggu jam efektif sekolah. Juga tantangan dampak sampah yang ditimbulkan. (Sueca melaporkan)