DENPASAR, BALIPOST.com – Bercermin dari 2024, kondisi sektor properti pada 2025 tak berubah signifikan. Bahkan 2025 diprediksi menjadi tahun yang berat, namun pelaku usaha properti di Bali sedang menunggu program dan kebijakan pemerintahan yang baru.
Pelaku usaha properti I Gede Suardita, Rabu (4/12) mengatakan, 2025 diproyeksikan hampir sama dengan 2024. Adanya pilpres dan pilkada tidak memberi dampak yang signifikan terhadap properti, terutama komersil pada tahun ini.
Namun, jika PPN 12 persen jadi naik maka akan membuat konsumen menunggu bahkan menunda pembelian rumah, karena kenaikan PPN akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat.
Ia memprediksi minat rumah subsidi tahun 2025 masih cukup baik asalkan kuota rumah subsidi terjamin. “Tidak seperti 2024 yang sudah habis pertengahan tahun,” ujar anggota REI Bali ini.
Program 3 juta rumah subsidi pada pemerintahan yang baru, menurut Suardika, tidak jauh berbeda dengan program sejuta rumah pada pemerintahan sebelumnya, namun ada yang dibangun di perdesaan dan perkotaan. Menurutnya regulasi program tersebut sedang digodok, karena pada pemerintahan baru ini ada kementerian baru, yaitu Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Ia berharap 2025, program tersebut dapat langsung jalan karena dikhususkan untuk rumah subsidi untuk dapat mengisi backlog perumahan di Bali. Backlog perumahan di Bali menurutnya tidak banyak berubah yaitu 15 ribuan, dan di atas 70 persen merupakan kebutuhan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang memerlukan rumah subsidi.
Dengan habisnya kuota rumah subsidi pada pertengahan tahun 2024 cukup mempengaruhi penjualan rumah subsidi 2024. Sehingga 2025 ia berharap kenaikan kuota FLPP rumah subsidi hampir 300 ribu dapat terealisasi. Namun, ia mengaku hingga saat ini masih gamang dengan ketentuan rumah subsidi yang baru.
Pelaku usaha properti yang lain, Agus Pande Widura mengatakan, kondisi sektor properti sampai dengan November 2024 sudah mulai bergerak ke atas namun terkendala habisnya kuota rumah subsidi di pertengahan tahun. Selain itu di Bali rumah komersil sedang booming yaitu investasi di vila -vila ditambah dengan kondisi keuangan masyarakat Bali dalam tahap recovery. Warga mulai memikirkan untuk membeli rumah namun tertahan harga lahan dan rumah.
Menurutnya kenaikan PPN meski ditunda, mengingat saat ini ekonomi pengusaha belum pulih betul. Kebijakan tersebut menurutnya memberatkan pengusaha properti. Belum lagi ada usulan menaikkan UMP karyawan lebih dari 5 persen.
Ia melihat di Bali belum bisa diterapkan karena Bali daerah pariwisata yang notabene ketika menaikkan upah karyawan juga harus menaikkan harga kamar. Sementara kenaikan harga kamar per tahun, harus dinegosiasikan dengan travel agent yang di luar negeri.
Kondisi ini akan semakin memberatkan sektor properti terutama di kawasan pariwisata Bali. Sehingga ia berharap iklim usaha properti dan pariwisata dibuat kondusif dengan kebijakan yang mendukung. (Citta Maya/balipost)