DENPASAR, BALIPOST.com – Partisipasi pemilih pada Pilkada Bali tahun 2024, khususnya pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Bali mencapai 71,9 persen. Angka ini sama persis seperti Pilgub Bali tahun 2018 lalu. Namun, capaian ini masih di bawah target KPU Provinsi Bali yang menargetkan partisipasi pemilih mencapai 75 persen.

Dari data KPU Bali, ada sebanyak 923.116 orang (28,1 %) tidak memberikan hak suaranya alias golput ketika Pilkada serentak berlangsung pada 27 November 2024 lalu. Pasalnya, jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya di tempat pemungutan suara (TPS) di Bali hanya 2.364.485 pemilih dari total 3.287.601 yang terdata dalam daftar pemilih tetap (DPT) ditambah daftar pemilih khusus (DPK). Oleh karena itu, KPU Bali akan melakukan riset terkait penyebab golput yang terjadi pada Pilkada Bali 2024 ini.

Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan merespons angka partisipasi pemilih dan golput di Provinsi Bali cukup tinggi. Terkait jumlah golput, pihaknya akan melakukan riset penyebab tingginya golput di Bali.

Diungkapkan, hampir 85 persen calon pemilih sudah diberikan sosialisasi untuk datang me TPS. Belum lagi sosialisasi lewat berbagai media cetak, online, tv, dan radio yang jangkauannya lebih luas.

Baca juga:  Gunakan Hak Pilihnya, Warga Harus Gunakan E-KTP

Terkait C-6 yang tidak tersampaikan ke calon pemilih, ditwgaskan bahwa penggunaan C pemberitahuan (C-6) itu bukan panggilan untuk memilih, melainkan hanya untuk memberi tahu bahwa yang bersangkutan sudah bisa untuk menggunakan hak pilihnya.

Namun, untuk memilih tidak harus membawa C-6, karena sudah bisa cek DPT online. Apalagi, ini bukan kebijakan baru, sebab sudah berlangsung sejak Pemilu sebelumnya. Terlebih, total C-6 yang tidak tersampaikan hanya 4,65 persen dari seluruh pemilih yang ada.

Jumlah Ini sudah dikurangi yang sudah meninggal dan pindah status dari sipil menjadi militer, “Kalau pun itu semua dapat C pemberitahuan dan hadir memilih salah satu paslon, itu juga hasilnya tidak akan berubah (merubah hasil Pilkada Bali 2024,red),” jelasnya.

Selain itu, model pemuktahiran data pemilih pada Pilkada 2024 ini yaitu de jure. Dimana, seluruh masyarakat Bali yang ber-KTP Bali dimana pun berada tetap masuk dalam DPT. “Kalau sekarang kan de jure ini, kalau kita lakukan de facto mungkin lebih tinggi, karena kalau de jure itu semuanya, bahkan yang sekarang sedang (bekerja,red) di kapal pesiar, semua yang kerja-kerja di luar termasuk itu termasuk di dalamnya.

Baca juga:  Gempa Lagi, Kekuatannya 5,6 SR

Tidak mungkin seluruh warga Bali yang bekerja di luar negeri maupun di luar daerah pulang ke Bali untuk mencoblos di Pilkada 2024. Jadi enggak mungkin bisa pulang, mungkin itu salah satu contohlah. Misalnya ada keluarga kita yang di Jakarta pulang kemarin Februari, sekarang enggak bisa pulang lagi karena cutinya sudah habis dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Untuk itulah, pihaknya akan melakukan riset terkait penyebab masih tingginya angka golput di Bali. “Tapi saya pastikan saya akan riset untuk itu, saya tidak mau angka-angka yang mungkin apa asumsi-asumsi, saya akan riset kenapa tidak hadir, saya pastikan itu akan saya berikan,” tandasnya.

Ia juga menilai, bahwa yang memilih di Pilgub sebelumnya dan Pilgub 2024 hanya pemilih-pemilih itu saja yang datang mencoblos. Menurutnya, kalau mau partisipasi tinggi di Pilkada Serentak di Pulau Bali ke depannya tentu harus dicarikan solusi salah satunya dilakukan pendaftaran secara de facto dan jangan secara de jure. “Kalau kita mau jujur ada dua solusi yang nanti harus kita lakukan. Pertama, pendaftaran pemilihnya de facto jangan de jure yang ada di Bali. Atau kalau mau, semuanya memilih lakukan pemungutan suara dengan pos. Seluruh masyarakat Bali yang ada di luar yang sedang di kapal pesiar kita data, kita berikan pos mereka memilih baru mereka bisa datang semua,” sarannya.

Baca juga:  Belasan Laptop SMP di Panjer Digondol Maling, Kerugian Puluhan Juta Rupiah

Ditanya apakah dalam Pilkada 2024 banyak masyarakat tidak memilih karena apatisme, dikatakan tidak sepenuhnya karena apatisme. Berdasarkan hasil survei yang dilakukannya di Kabupaten Bangli, masyarakat tidak memilih karena paslon tidak disukai oleh masyarakat.

“Saya pikir tidak ada lagi apatisme itu dan mereka punya hak juga untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Teman-teman ketahui, hasil survei saya di 2015 di Bangli yang tertinggi kenapa tidak hadir pemilih adalah karena calonnya tidak disukai, itu sudah saya lakukan (survei,red) di 2015,” pungkasnya. (Ketut Winata/balipost)

Tonton selengkapnya di video

BAGIKAN