DENPASAR, BALIPOST.com – Makin banyak tanah milik krama Bali yang dijual sehingga beralih kepemilikan kepada investor. Ironisnya, hasil penjualan tanah tidak dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga habis tidak jelas. Demikian disampaikan Guru Besar Pariwisata Unud, Prof. Dr. Drs. I Putu Anom di Denpasar.
Pemerintah diminta mengedukasi krama Bali tidak menjual tanah terutama kepada para investor. Sebaiknya tanah hanya bisa disewa, dikontrakkan atau dikerjasamakan.
Menurut Prof. Anom fenomena penjualan tanah di Bali saat ini makin
marak. Bahkan ke depan akan semakin marak setelah adanya kebijakan golden visa. “Golden visa akan memberikan kesempatan kepada orang asing tinggal lama di Indonesia termasuk Bali dengan hanya bermodalkan uang sebesar Rp10 miliar. Mereka akan ramai-ramai membeli tanah di Bali untuk rumah tinggal dan juga bisnis,” ujar
Prof. Anom.
Untuk itu, dirinya meminta pemerintah tegas dan melakukan edukasi kepada masyarakat Bali untuk tidak menjual tanahnya. “Jika ada
pihak investor atau orang asing dengan cara praktik nominee ingin membeli tanah, sebaiknya disarankan untuk tidak dilakukan. Masih
ada jalan lain yakni dengan sistem sewa, kontrak atau kerja sama jangka panjang,” tegasnya.
Pembiaran beralihnya kepemilikan tanah akibat jual beli yang makin masih di Bali, menurut Porf. Anom akan membuat krama Bali makin
terpinggirkan. Saat inipun realitanya sudah banyak krama Bali yang mulai seperti tamu di tanahnya sendiri.
Terjadi fenomena dimana hasil penjualan tanah yang merupakan
warisan leluhur justru habis tidak jelas. Hal ini menurut Prof. Anom sangatlah memprihatinkan.
Dirinya sudah sejak lama mewacanakan imbauan agar tanah krama Bali jangan diperjualbelikan, terutama kepada investor asing untuk kepentingan pariwisata. “Sudah sejak tahun 1990-an saya mewacana hal ini. Tetapi yang terjadi justru penjualan tanah semakin masif,”
tegasnya.
Saat mewacanakan agar jangan jual tanah, Prof. Anom mengaku mendapat banyak penentangan. “Tetapi setelah saya amati ternyata yang menentang biasanya adalah para makelar atau calo tanah,” ujarnya sambil tersenyum.
Diakui Prof Anom, bahwa untuk melarang krama Bali menjual tanahnya sangatlah sulit dari segi aturan hukum mengingat tanah adalah hak milik pribadi. Sebagai pemilik sah, tentu tidak dapat
dilarang untuk memperjualbelikan selama tidak ada aturan hukum yang dilanggar. “Tetapi mari kita berpikir untuk masa depan anak cucu
kita,” tutupnya. (Nyoman Winata/balipost)