DENPASAR, BALIPOST.com – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan coding dan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan diusulkan masuk kurikulum SD serta SMP sebagai mata pelajaran pilihan. Wacana ini banyak menimbulkan polemik di Bali.
Abdul Mu’ti menegaskan materi coding dan Artificial Intelligence (AI) kemungkinan baru akan diberikan kepada para siswa kelas IV, V, VI SD atau sejak SMP. Coding dan AI ini pilihan, bukan wajib karena sekolah kemampuan berbeda-beda dan ini tidak sama sekali baru. “Beberapa sekolah di Indonesia sudah ada coding dan AI,” kata Mu’ti menegaskan.
Dia beranggapan, materi coding dan AI perlu diajarkan agar para siswa di generasi sekarang siap menghadapi era digitalisasi dan mampu bersaing di pasar kerja global.
“Pak Prabowo (Presiden Prabowo Subianto) juga menekankan pentingnya digitalisasi dalam pendidikan tapi tidak sekadar itu coding dan AI menjadi bagian penting yang memungkinkan mereka lebih kreatif dalam belajar,” tuturnya.
Pengamat pendidikan yang juga Rektor Universitas PGRI Mahadewa Indonesia ( UPMI) Bali, Prof. Dr. I Made Suarta, S.H., M.Hum., menilai kehadiran AI dalam dunia pendidikan memberikan dampak yang signifikan, baik positif maupun negatif.
Dampak positifnya AI, memungkinkan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, dan gaya belajar setiap siswa. Contohnya, platform e-learning dapat merekomendasikan materi atau latihan berdasarkan kemampuan individu.
Kedua, warga dapat akses pendidikan yang lebih luas. Teknologi AI membantu menjangkau siswa di daerah terpencil melalui platform pembelajaran online yang otomatis dan interaktif.
Kalangan guru juga diuntungkan dimana mereka dapat melakukan otomasi tugas guru. AI dapat membantu guru dengan mengotomatisasi tugas administratif seperti penilaian, pembuatan soal, atau pelacakan perkembangan siswa. Hal ini memungkinkan guru fokus pada pengajaran dan pembimbingan.
Selanjutnya kalangan sekolah bisa melakukan pembelajaran yang interaktif. Sebab, AI menghadirkan teknologi seperti chatbot, simulasi berbasis VR/AR, dan tutor virtual yang membuat pembelajaran lebih menarik dan efektif. Dengan analisis data, AI memberikan wawasan tentang kinerja siswa, membantu guru mengidentifikasi kesulitan belajar lebih awal.
Dampak Negatif AI
Pada bagian lain Rektor UPMI Bali yang mencetak calon guru di Indonesia ini memaparkan dampak negatif AI. Bahaya yang pertama yakni siswa akan mengalami ketergantungan pada teknologi. Penggunaan AI yang berlebihan dapat mengurangi interaksi manusia dalam pendidikan, melemahkan keterampilan sosial siswa.
Kelemahan kedua yakni terjadinya kesenjangan digital. Sebab, tidak semua siswa atau sekolah memiliki akses ke teknologi canggih, sehingga dapat memperbesar kesenjangan pendidikan.
Bahaya yang paling berat, kata dia adalah kurangnya sentuhan manusia dalam pendidikan. Sebab, pendidikan adalah memanusiakan manusia. AI tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran guru dalam memberikan dukungan emosional, motivasi, dan nilai-nilai moral.
Bahaya lainnya yakni penggunaan AI membutuhkan data siswa dalam jumlah besar, yang dapat menimbulkan risiko terhadap privasi jika tidak dikelola dengan baik.
Dia juga merasakan ke depan ada kekhawatiran bahwa AI ini akan dapat menggantikan peran guru di beberapa aspek. Meskipun hal ini masih terbatas pada tugas yang bersifat rutin.
Untuk itu Made Suarta menilai AI adalah alat yang kuat untuk mendukung dan meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi penggunaannya harus diimbangi dengan pendekatan yang etis dan berfokus pada manusia. Guru tetap menjadi elemen utama dalam pendidikan, dengan AI sebagai pendukung, bukan pengganti. (Sueca/balipost)