DENPASAR, BALIPOST.com – Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) gross di Bali Nusra mencapai 3,08 persen per Oktober 2024. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan posisi Oktober 2023 yang sebesar 2,41 persen.
Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu, Jumat (20/12) mengatakan, pertumbuhan kredit secara yoy didorong oleh peningkatan nominal kredit konsumsi yang bertambah sebesar Rp7,37 triliun atau tumbuh 8,25 persen yoy, lebih tinggi dibandingkan Oktober 2023 yang tumbuh sebesar 6,64 persen yoy.
Di sisi lain, kredit investasi juga turut menyumbang pertumbuhan kredit di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang bertambah sebesar Rp6,60 triliun atau tumbuh 16,13 persen yoy juga lebih tinggi dibandingkan Oktober 2023 yang tumbuh sebesar 13,24 persen yoy. Tingginya pertumbuhan kredit konsumsi ini terutama terjadi pada Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Berdasarkan sektornya, penyaluran kredit didominasi oleh sektor penerima kredit Bukan Lapangan Usaha sebesar 42,63 persen dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 25,25 persen. Pertumbuhan kredit disumbangkan oleh peningkatan nominal penyaluran di Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha yang bertambah sebesar Rp7,37 triliun (tumbuh 8,25 persen yoy) serta Sektor Perdagangan Besar dan Eceran yang bertambah sebesar Rp2,02 triliun (tumbuh 3,66 persen yoy). “Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan masih menjadi pendorong penting dalam perekonomian serta terkait dengan konsumsi masyarakat yang terus tumbuh,” ujarnya.
Berdasarkan kategori debitur, sebesar 44,47 persen kredit di Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada UMKM dengan pertumbuhan sebesar 7,00 persen yoy. Tingginya penyaluran kredit perbankan kepada UMKM menunjukkan bahwa perbankan terus mendukung UMKM menjalankan peran vitalnya dalam menciptakan lapangan kerja dan menjaga daya beli masyarakat.
Sementara, berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit di Bali Nusra, sebesar 57,37 persen disalurkan kepada kredit produktif yaitu 36,42 persen pada Modal Kerja dan 20,96 persen pada Investasi.
Namun secara umum, kinerja intermediasi IJK di Bali Nusra tumbuh positif sebesar 6,60 persen yoy menjadi Rp226,88 triliun. Penghimpunan DPK mencapai Rp277,41 triliun atau tumbuh double digit yaitu 11,67 persen yoy, melandai dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 16,30 persen yoy.
Berdasarkan jenisnya, peningkatan DPK dibandingkan Oktober 2023 ditopang oleh kenaikan nominal Tabungan yang bertambah sebesar Rp16,42 triliun dan Giro sebesar Rp4,62 triliun.
Fungsi intermediasi yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) posisi Oktober 2024 sebesar 81,79 persen, melandai dibandingkan posisi Oktober 2023 yang sebesar 85,68 persen dan September 2024 82,09 persen. Menurunnya rasio LDR disebabkan karena pertumbuhan DPK yang lebih tinggi daripada pertumbuhan kredit.
Adapun kecukupan modal BPR yang tercermin pada likuiditas BPR (Cash Ratio/CR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) relatif terjaga di atas threshold (masing-masing 5 persen dan 12 persen). Rasio CR dari BPR di Bali sebesar 15,34 persen, Nusa Tenggara Barat sebesar 19,95 persen, dan Nusa tenggara Timur sebesar 8,53 persen.
Rasio CAR untuk BPR di Bali sebesar 35,84 persen, Nusa Tenggara Barat sebesar 46,19 persen, dan Nusa Tenggara Timur sebesar 43,37 persen. Tingginya permodalan perbankan diyakini mampu menyerap potensi risiko yang dihadapi dan OJK akan terus mendorong kinerja intermediasi dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan terjaganya likuiditas. (Citta Maya/Balipost)