Puluhan pelaku industri otomotif Bali memdatangi Kantor Gubernur Bali, Jumat (21/12) untuk menyampaikan aspirasi terkait opsen yang akan diberlakukan pada 5 Januari 2025. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Simpang siurnya besaran dan tata cara pemberlakuan opsen pajak membuat sejumlah pihak khawatir. Salah satu yang akan terdampak pemberlakuan opsen ini adalah industri otomotif karena berkaitan dengan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).

Untuk meminta kejelasan pemberlakuan opsen ini, Asosiasi Dealer Otomotif Bali menemui sejumlah pihak. Puluhan pebisnis otomotif yang beroperasi di Bali itu menyampaikan keberatan sekaligus kekhawatiran terkait pemungutan opsen yang akan menurunkan daya beli masyarakat dan industri.

Ketua Asosiasi Dealer Otomotif Bali, Gede Subawa, dihubungi Sabtu (22/12) membenarkan puluhan pengusaha menyampaikan aspirasi ke sejumlah pihak ini. Ia menyebut dirinya bersama sejumlah pengusaha bersurat pada Pj Gubernur Bali, SK. Mahendra Jaya, Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya, SH, dan Kepala Bapenda Bali, I Made Santha untuk melakukan audiensi.

“Pada hari kemarin, Jumat ya, kami dengan teman-teman di seluruh dealer otomotif di Bali mendatangi beberapa instansi terkait dengan permasalahan yang kami alami, yaitu mengenai pajak opsen yang akan dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Bali atau Bapenda Provinsi Bali per tanggal 5 Januari 2025,” ujar GM PT. Cahaya Surya Bali Indah (CSBI) ini.

Baca juga:  Tim Voli Pantai Sixsma 2 dan Ankker 1 Juara

Ia menyebutkan pihaknya menampung juga aspirasi konsumen yang cukup terdampak jika opsen ini diberlakukan. Sebagai gambaran, kata Subawa, sejak kepastian pemberlakuan opsen di Januari 2025 ini beredar, penurunan terjadi dalam volume penjualan kendaraan di Bali.

“Opsen ini sangat memberatkan. Dari sisi kami selaku pebisnis otomotif dan juga pastinya di ujungnya akan berdampak terhadap konsumen,” ungkapnya.

Pihaknya menyayangkan pemberlakuan opsen ini di tengah baru pulihnya ekonomi pascaterdampak pandemi COVID-19. Sebab, pemberlakuannya cukup berat bagi industri otomotif Bali.

Untuk mengatasi persoalan ini, pihaknya mengusulkan ada kebijakan khusus dan relaksasi dari Pemprov Bali. Kebijakan ini disebutnya sudah diberlakukan di sejumlah provinsi, misalnya di Jawa Timur.

“Kenyataannya dari yang sudah berjalan di beberapa provinsi, seperti Jawa Timur, memberlakukan hal yang berbeda. Jadi lebih murah dan kelihatannya di sana juga ada semacam relaksasi yang bisa diberikan terhadap kebijakan ini sehingga tidak terlalu memberatkan,” cetusnya.

Baca juga:  Tambahan Kematian Dilaporkan Bali Masih Tinggi, Hari Ini Lampaui 55 Orang

Kemudian di NTB, memberlakukan pengenaan 9 persen. “Kami merasa di Bali ini sangat terjepit dengan kebijakan begini. Pasti menurunkan penjualan kami semua (pengusaha otomotif, red) dan pendapatan daerah juga turun drastis. Jadi kan semuanya juga rugi. Kami mengusulkan untuk pemberlakuan relaksasi atau apapun kebijakannya, setidaknya besarannya masih sama dengan tahun yang berjalan,” harapnya.

Ia menyadari relaksasi tidak bisa diberlakukan terus menerus. Jika melihat dari kebijakan di daerah lain yang berlangsung hingga Juni 2025, ia berharap Pemprov Bali bisa menerapkan kebijakan yang sama.

Penerapan opsen pajak kendaraan bermotor ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Sesuai aturan tersebut, opsen pajak kendaraan bermotor akan diterapkan tiga tahun setelah UU HKPD disahkan pada 5 Januari 2022.

Mengutip dari situs Kementerian Keuangan (Kemenkeu), opsen adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu. Opsen dipungut secara bersamaan dengan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), serta Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).

Baca juga:  Sembilan WNA Digulung Ombak, Satu Tewas

UU HKPD mengatur opsen pajak kendaraan bermotor diterapkan oleh kabupaten/kota atas pokok pajak kendaraan bermotor dan BBNKB, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan aturan baru ini, pemilik kendaraan akan membayar tujuh komponen pajak kendaraan bermotor. Komponen pajak yang harus dibayar tersebut meliputi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, opsen BBNKB, Pajak Kendaraan Bermotor, opsen PKB, Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), serta biaya administrasi STNK dan TNKB.

Pemilik kendaraan nantinya harus membayar opsen PKB dan opsen BBNKB bersamaan dengan pajak kendaraan bermotor ke Samsat setempat. Pembayaran PKB dan BBNKB akan disetor ke RKUD provinsi, sedangkan opsen PKB dan BBNKB akan disetor ke RKUD kabupaten/kota tempat kendaraan terdaftar.

Guna memudahkan pembayaran pajak tersebut, dua kolom keterangan pembayaran opsen PKB dan BBNKB akan ditambahkan pada lembar belakang STNK atau Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN