Umat Hindu di Bali sedang melaksanakan ritual di Kuta, Badung. (BP/Melynia Ramadhani)

DENPASAR, BALIPOST.com – Fenomena dampak sosial ekonomi pariwisata Bali diungkap Ketua PHRI Bali, Prof. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, atau yang akrab dipanggil Cok Ace. Ada kesenjangan antara krama Bali terutama yang beragama Hindu dengan para investor dan pengusaha sektor pariwisata.

Menurut Cok Ace, masyarakat Bali terikat dengan hukum karma dan hukum Rna sehingga menjadi budaya, sebagian pendapatan
masyarakat digunakan untuk upacara, dan masyarakat Bali
telah menjalankan kewajibannya sebagai orang Bali. Sementara pengusaha, menjalankan nalurinya memanfaatkan peluang karena
ada keinginan untuk maju atau ditarget oleh owner.

Baca juga:  Jadi Karantina PPLN, Bali Siapkan Belasan Ribu Kamar Hotel

Ia menyebutkan, usaja pariwisata yang ada di Bali kebanyakan milik investor Amerika dan Hongkong. “Mereka bekerja pada suatu manajemen yang pemiliknya di luar negeri, tentu akan menggunakan peluang apapun untuk menambah pendapatan dan mereka juga sudah berjalan sesuai track,” ujarnya.

Sementara antara masyarakat Bali dan pengusaha ada kesenjangan. Masyarakat Bali ingin hidup damai, sejahtera, sentosa namun pengusaha ingin maju.

“Maka di sinilah peran regulator, agar orang Bali tetap eksis menjaga budaya. Namun pengusaha bisa tetap menjalankan usahanya. Kedua pilar ini bisa berperan sesuai dengan kedudukan fungsi dan perannya masing-masing, dan pemerintah harus ada di tengah-tengah,” imbuhnya. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Hadapi Perkembangan AI, Menkominfo Bagi 4 Kiat untuk Eksistensi Media

 

BAGIKAN