DENPASAR, BALIPOST.com – Meski hanya diperuntukan untuk barang mewah, kenaikan pajak pertambahan nilai menjadi 12 persen pada 2025 diyakini akan memberikan efek domino bagi perekonomian. Dampak kenaikannya bukan lagi satu persen melainkan sembilan persen. Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan 2023 ini diusulkan ditunda lewat Peraturan Pengganti Undang-Undang atau Perppu.

Hal tersebut terungkap pada  Dialog Merah Putih yang digelar, Selasa, 24 Desember 2024 di Warung Bali Coffee Jalan Veteran 63 Denpasar. Kalangan akademisi dan politik mengecam PPN 12 persen, mereka minta pemerintah segera membuatkan Perppu guna menunda kenaikan PPN ini mulai 1 Januari 2025.

Baca juga:  Perppu Keterbukaan Informasi Pajak Tak Harus Buat Ragu Nasabah

Akademisi Ekonomi Universitas Warmadewa Putu Ngurah Suyatna Yasa mengatakan, kenaikan PPN ini disebabkan kekurangan dana pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan sebagainya saat ini.

Cara yang paling mudah bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan negara ialah menaikan pajak. Menurutnya kebaikan dari PPN sebesar 1 persen ini akan memberi  dampak atau pengaruh terhadap kenaikan harga barang dan jasa sekitar 9 persen.

Ketua Fraksi DPRD Provinsi Bali I Made Supartha  mengatakan kalau dilihat dari regulasi yang ada pasal 7 Ayat 3 dibuatkan regulasi bahwa tarif PPN bisa dievaluasi, minimal 5 persen dan maksimal 15 persen. Ini bisa menjadi pilihan bagi pemerintah mencari solusi untuk mengatur.

Baca juga:  Di Gianyar, SMA Ini Terima Puluhan Pendaftar untuk Jalur Prestasi

Dia minta pemerintah menunda kenaikan ini dengan mengeluarkan Perppu karena kenaikannya tak sesuai dengan kondisi rakyat saat ini. Kata dia, memang UU ini dihasilkan DPR-RI terdahulu, sekarang tergantung political will pemerintah untuk menunda dulu pemberlakuannya.

Rektor Universitas Dwijendra I Gede Sedana melihat kenaikan PPN ada niat baik dari pemerintah untuk menambah pendapatan negara, tapi niat baik ini tidak memikirkan darimana sumber dana itu.

Rencana pemberlakuan PPN 12 persen ini, banyak menjadi beban masyarakat di bawah.

Sementara itu, di sektor pariwisata, pelaku pariwisata Panudiana Kuhn mengatakan pihaknya terdampak keras, terutama dari suplai kebutuhan barang-barang di hotel dan restoran yang semua serba impor kena PPN 12 persen.

Baca juga:  Bappenas Siapkan Empat Strategi Perkuat Ketahanan Ekonomi

Konsul Kehormatan Malaysia di Bali ini menyatakan daya saing pariwisata Bali akan kalah dari segi harga dibandingkan negara-negara tetangga. Bali memang lebih indah dari negara-negara tetangga, namun kunjungan wisatawan asing di Malaysia bisa mencapai 32 juta per tahun, Thailand 35 juta, dan Singapura 18 juta.

Apalagi di Thailand menurunkan PPN dari 10 menjadi 8 persen dan Singapura hanya 7 persen. (Widiastuti/bisnisbali)

Tonton selengkapnya di video

BAGIKAN