Antrian kendaraan yang melintas di Jalan Raya Canggu, Badung, Jumat (27/12). Kodisi padat arus lalu lintas kerap terjadi di jalur ini karena perkembangan sektor pariwisata di wilayah Canggu dan sekitarnya. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pascapandemi, Bali makin kesulitan menghadapi dampak overtourism. Berbagai persoalan mengemuka, mulai dari sampah, kemacetan, pembangunan akomodasi yang tak terkendali, WNA berulah, hingga dicap sebagai destinasi wisata tak layak dikunjungi. Berbagai persoalan itu pada akhirnya menggerus roh sekaligus nilai jual Bali yakni pariwisata budaya. Masa depan pariwisata akan suram jika tak ada perbaikan terhadap kondisi yang dialami Bali saat ini.

Pengamat pariwisata, I Made Sulasa Jaya mengatakan, kenyamanan wisatawan maupun masyarakat lokal untuk tinggal di Bali telah
terganggu aksi kriminalitas yang dilakukan WNI maupun
wisatawan mancanegara.

Baca juga:  Wujudkan "Quality Tourism," Bappenas Rancang "Forbidden City" di Ubud

Selain itu, menurunnya etika dan moral dalam penegakan aturan berdampak pada kesemrawutan tata sosial secara fisik dan nonfisik.
Kesenjangan antarsektor semakin jauh.

Jika masalah ini tak segera diperbaiki akan berisiko terhadap ketahanan pangan Bali dan risiko eksternal yang sulit diprediksi sehingga menurunkan jumlah kunjungan wisatawan. Dengan beberapa indikator tersebut, ia menyebut bahwa tingkat kenyamanan di Bali sudah pada level bencana.

Sekretaris PHRI Badung, Gede Nick Sukarta mengungkapkan, kenyamanan wisatawan di Bali terpengaruh banyak faktor, yaitu infrastruktur yang kurang memadai, kemacetan, hingga gangguan lingkungan seperti banjir dan sampah. Sampah kiriman, terutama di musim hujan, menjadi ancaman besar bagi pesisir Bali, khususnya di wilayah barat.

Baca juga:  Dari Leher dan Punggung Remaja Ditusuk hingga Gempa Dangkal Guncang Lombok

Mitigasi yang ideal memerlukan kolaborasi antara pemerintah, pelaku pariwisata, dan masyarakat. Pemerintah harus memperkuat program pengelolaan sampah berbasis komunitas di hulu dan memastikan regulasi pembuangan limbah dijalankan dengan tegas. Selain itu, inisiatif seperti patroli kebersihan laut, teknologi pengolahan limbah, dan kerja sama dengan provinsi tetangga harus diintensifkan. Pelaku pariwisata juga dapat berperan aktif melalui program tanggung jawab sosial atau CSR seperti beach clean-up dan edukasi wisatawan untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

Baca juga:  Kasus Baru Naik dari Sehari Sebelumnya, Semua Wilayah di Bali Laporkan Tambahan

Sementara itu, Deputi Kepala BI KPw Bali, GA Diah Utari menyampaikan, ada sejumlah tantangan yang perlu diwaspadai yaitu ketergantungan ekonomi Bali pada sektor pariwisata yang sangat besar. Di samping itu, ada masalah ketimpangan antara Sarbagita dan non-Sarbagita dan perkembangan digitalisasi terutama sistem pembayaran berkembang pesat namun belum diiringi tingkat literasi yang baik. (Citta Maya/balipost)

 

BAGIKAN