
DENPASAR, BALIPOST.com – Menyikapi beberapa isu yang menimpa pariwisata Bali di 2024, seperti overconcentrate dan destinasi yang tidak layak dikunjungi, Pemerintah Provinsi Bali, pemerintah pusat, dan pemerintah kabupaten/kota, telah mengambil langkah-langkah agar pariwisata Bali tahun 2025 tetap eksis dan menjadi pilihan terbaik bagi wisatawan.
Pemerintah telah mengusulkan moratorium pembangunan akomodasi
di kawasan Sarbagita yang bertujuan untuk pemerataan pembangunan pariwisata agar tidak terkonsentrasi di kawasan Sarbagita.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra mensyukuri pariwisata Bali telah mengalami recovery pascapandemi Covid-19. Namun, di sisi lain ada kekhawatiran bahwa sawah-sawah produktif di Bali dialihfungsikan untuk pembangunan sarana prasarana, akomodasi, termasuk sektor jasa pariwisata.
Kondisi ini membutuhkan upaya bersama untuk melakukan pengendalian. Di satu sisi, pariwisata harus dijaga pertumbuhan dan momentumnya, di sisi lain sektor pertanian juga harus dijaga.
Termasuk lahan sawah untuk menjaga produksi pangan yang maksimal.
Indra menjelaskan bahwa dalam moratorium pembangunan akomodasi wisata dilakukan untuk pemetaan, sawah mana yang masih sisa dan bagaimana kondisinya. Untuk bisa mengetahuinya diperlukan waktu jeda untuk bisa menatanya. Setelah terpetakan dengan baik dan sudah ditetapkan zona mana yang bisa dibangun, dan zona mana untuk konservasi, maka setelah itu pembangunan bisa dilanjutkan.
Indra tidak memungkiri bahwa pembangunan termasuk pembangunan akomodasi pariwisata di Bali adalah sebuah keniscayaan, karena untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam pembangunannya harus tetap mempertahankan ruang-ruang yang penting, terutama lahan persawahan.
“Tidak bisa kita stop, tidak bisa kita hentikan, tidak bisa kita tolak, karena pembangunan itu adalah keniscayaan yang harus kita lakukan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi mempertahankan sawah, mempertahankan ruang-ruang yang penting juga sebuah keniscayaan. Maka, mencari titik temu ini kita berharap kerja sama, jeda waktu untuk melakukan itu,” tegasnya.
Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun mengatakan, untuk menghindari konsentrasi wisatawan menumpuk di bagian selatan, saat ini pemerintah telah mengeluarkan aturan moratorium pembangunan akomodasi di bagian selatan. Sehingga pembangunan akomodasi, wisatawan akan diarahkan ke daerah-daerah lain di Bali, seperti daerah utara di Buleleng, daerah timur di Klungkung, Bangli, dan Karangasem, serta daerah barat yakni Tabanan dan Jembrana.
Momentum moratorium ini dimanfaatkan untuk melakukan penataan seluruh aktivitas kepariwisataan di kawasan Sarbagita, meliputi alih fungsi lahan, menata perizinan pada setiap usaha pariwisata, pengaturan dan pembangunan fasilitas untuk mengurangi kemacetan, dan membangun sistem pengelolaan sampah yang lebih baik. Selain itu, pemerintah Provinsi Bali mengajak seluruh masyarakat,
khususnya pelaku pariwisata untuk tertib dan disiplin serta menaati seluruh aturan yang berlaku supaya kegiatan usaha pariwisata berjalan dengan baik.
Menurutnya, keindahan dan ragam budaya yang dimiliki Bali akan tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara untuk berlibur ke Pulau Dewata. Semua ini telah menjadikan Bali sebagai destinasi wisata paling bahagia di dunia.
Tak hanya itu, Bali yang mengusung tagline “pariwisata budaya” juga terus berkembang dengan terbangunnya berbagai destinasi penunjang atau pelengkap lainnya. Baik itu beach club, watersport, taman safari, maupun wisata buatan lainnya. Semua itu sebagai pelengkap dari pariwisata budaya Bali.
Dijelaskan, Bali dianggap tempat yang paling aman dan nyaman untuk dijadikan lokasi liburan karena alam Bali yang indah, budaya yang unik serta keramahtamahan masyarakatnya. Kondisi ini membuat peningkatan kunjungan wisatawan yang sangat signifikan.
Tjok Bagus membeberkan, terjadinya kemacetan lalu lintas di beberapa titik di Bali, khususnya di Bali bagian selatan, adalah akibat
wisatawan yang datang ke Bali masih terkonsentrasi di bagian selatan Bali, khususnya di daerah Jimbaran, Kuta, Legian, Seminyak, dan Canggu.
Akan tetapi, daerah-daerah di Bali belum banyak dikunjungi wisatawan, seperti Pemuteran, Lovina, Amed, Tulamben, Candidasa, dan lain-lain. “Jadi, jika Bali disebut overtourism, ini tidak benar. Ini hanya kurang meratanya kunjungan wisatawan di Bali,” tandasnya.
Di sisi lain, terkait masalah kemacetan, Pemerintah Provinsi Bali sudah memiliki beberapa program seperti, pembangunan LRT, under-
pass, serta penyediaan transportasi publik yang terintegrasi seperti Teman Bus, serta rencana pembangunan jalur kereta api keliling Bali.
Terkait dengan sampah plastik, sejak tahun 2019, Pemerintah Provinsi Bali sudah mengeluarkan aturan untuk pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, serta pengolahan sampah berbasis sumber. Semua program ini sedang berproses.
Jika program ini berhasil, maka diharapkan ke depan Bali akan terbebas dari masalah sampah, khususnya sampah plastik. Tjok Bagus Pemayun mengungkapkan bahwa baru-baru ini Bali dinobatkan sebagai provinsi dengan destinasi berkualitas terbaik dalam ajang Anugerah Bangga Berwisata di Indonesia (ABBWI) Tahun 2024 bersama dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jawa Timur.
Artinya, pascapandemi Covid-19, pariwisata Bali mampu bangkit dari keterpurukan. Pihaknya pun meyakini di tahun 2025 pariwisata Bali jauh lebih bangkit dan berkualitas, sehingga menjadi destinasi tujuan wisata dunia. (Ketut Winata/balipost)