BANGLI, BALIPOST.com – Sosialisasi surat edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 2 Tahun 2024 tentang larangan penggunaan kotoran hewan sebagai pupuk tanaman yang dilakukan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Kabupaten Bangli melalui media sosial memantik reaksi dari sejumlah pengguna media sosial. Banyak yang keberatan dengan larangan itu dan mempertanyakan solusi dari pemerintah.
Dalam akun media sosial resmi Dinas PKP Kabupaten Bangli, Kadis PKP Bangli I Wayan Sarma menyampaikan isi SE Gubernur Bali Nomor 2 Tahun 2024 tentang larangan penggunaan kotoran hewan sebagai pupuk tanaman. Disampaikan bahwa berdasarkan pemantauan di lapangan saat ini di Bali marak terjadi penggunaan kotoran hewan mentah yang belum diolah sempurna sebagai pupuk oleh petani di daerah sentra produksi pertanian yang tidak disadari memberikan dampak negatif baik terhadap lingkungan, kesehatan maupun pertanian.
Sehubungan hal itu, Dinas PKP Bangli sesuai SE Gubernur pun mengimbau agar kotoran ternak sebelum dipergunakan sebagai pupuk harus diolah sempurna sesuai tata cara pengolahan pupuk organik yang baik dan benar. Imbauan tersebut rupanya mendapat banyak tanggapan dari pengguna sosial.
Dalam kolom komentar akun medsos Dinas PKP, banyak yang mengaku keberatan dengan larangan itu dan mempertanyakan solusi alternatif dari pemerintah. Ada juga yang menyangkal klaim bahwa lalat hanya muncul akibat penggunaan kotoran ternak pada tanaman.
Dimintai tanggapan terkait keberatan masyarakat tersebut, Kadis PKP Bangli I Wayan Sarma mengatakan bahwa apa yang disampaikan pihaknya itu lebih bersifat persuasif dan edukatif. “Apa yang kami sampaikan baru sebatas himbauan yang lebih bersifat persuasif dan edukatif,” ujarnya.
Sebelum ada solusi dari pemerintah, larangan itu tidak akan disertai dengan sanksi.
Disampaikan juga bahwa pemerintah akan terus berupaya mencari jalan keluar untuk mengatasi dampak negatif dari penggunaan kotoran hewan pada tanaman. “Termasuk upaya Bapak Bupati untuk mengusulkan bantuan alat pengolahan pupuk kepada Bapak Gubernur, belajar dari best practice yang ada di Kabupaten Bandung Jabar,” kata Sarma.
Seperti yang diberitakan selama ini, maraknya penggunaan kotoran ternak mentah pada lahan pertanian disebut-sebut menjadi pemicu banyaknya populasi lalat di Kintamani. Banyak masyarakat dan pengusaha hotel restoran di Kintamani mengeluhkan serbuan lalat. (Dayu Swasrina/balipost)