Umat Hindu di Denpasar melaksanakan kegiatan ritual keagamaan di masa kampanye Pilkada Bali pada 8 Oktober 2024. (BP/Melynia Ramadhani)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tetap optimis. Ini salah satu motivasi yang menguat menghadapi shio Ular Kayu tahun 2025.

Tahun yang penuh tantangan dan dinamika ini oleh banyak kalangan akan ditandai dengan berbagai kondisi yang nirprediksi. Shio Ular Kayu diyakini memiliki vibrasi yang kuat dan menjadi muara dari
perjalanan tahun Naga Air di tahun 2024. Namun demikian, kepekaan dan kewaspadaan atas dinamika global harus terbangun.

Optimisme tak boleh berhenti di tataran semangat. Kecerdasan merefleksikan optimisme harus terbangun. Bagi komponen masyarakat Bali, tahun 2025 haruslah disikapi dengan bijak.

Perkembangan teknologi telah memicu disrupsi di segala lini. Profesi banyak tergantikan, dunia usaha memasuki masa suram. Di sisi lain alam merespons perjalanan tahun dengan reaksi elemen air, udara, api dan tanah. Anomali cuaca telah menghadirkan bencana. Intensitas bencana nyaris di luar prediksi.

Di sisi lain perubahan kebijakan ekonomi, hingga dampak pandemi yang masih terasa telah menciptakan situasi keuangan yang penuh tantangan. Di balik semua ketidakpastian itu, optimisme haruslah menjadi mentalitas para pekerja, pengusaha, ekonom dan penyelenggara negara.

Tanpa optimisme, semua akan bergerak tanpa arah dan cenderung liar. Komunikasi dan harmonisasi haruslah dibangun. Yang pasti
selalu ada peluang yang bisa ditemukan.

Marilah kita tetap optimis untuk mengambil langkah-langkah bijak. Bijak dalam mengelola hubungan harmoni dengan Sang Pencipta, bijak dalam mengelola hubungan dengan sesama manusia dan bijak
mengelola alam sebagai ruang kehidupan dan rung ekonomi.

Baca juga:  Meski Mudik Dilarang, Telkomsel Tetap Optimalkan Jaringan Sambut RAFI 2020

Tahun 2025, mestinya menjadi perenungan yang kuat bagi
masyrakat Bali untuk mereflesikan Tri Hita Karana dalam
mengelola alam Bali. Optimisme bukan sekadar tentang cara berpikir positif merespons dinamika zaman.

Optimisme adalah energi yang membangun ketahanan diri dalam menghadapi masalah, termasuk masalah finansial. Ketika tantangan keuangan menghampiri, kita tidak bisa hanya terpaku pada keterbatasan.

Justru sebaliknya harus bisa melihat peluang di tengah
kesulitan. Sejumlah akademisi, ekonom dan praktisi di Bali lewat
Redaksi Bali Post telah berulang kali menyuarakan beragam
tantangan Bali ke depan. Solusi pun sudah ditawarkan.

Setidaknya, dalam hal tata kelola kepariwisataan, Bali harus
berbenah dari segala lini. Pemanfaatan ruang yang liar, telah
menimbulkan kekacauan pemetaan ruang.

Pemetaan kawasan suci dan kawasan ekonomi tak lagi jelas. Istilahnya amburadul. Investasi juga tumbuh liar. Investasi tak terkendali dan memicu pertumbuhan fasilitas pariwisata hingga ke desa-desa. Sawah, tebing dan daerah aliran sungai (DAS) tak lagi
‘’sakral’’. Demi uang dan dalih pertumbuhan ekonomi semua
dijual untuk pariwisata. Moratorium yang disuarakan sejak
bertahun-tahun tak ada bukti. Bali gagal melakukan moratorium.

Baca juga:  Sidak KTP Penumpang Kapal, Petugas Temukan Sajam

Wisatawan asing yang diharapkan membawa berkah menimbulkan masalah sosial baru. WNA menjadikan Bali pusat pembuatan narkoba yang nyaman.

WNA melacur dan pesta seks jadi berita hangat. Belum lagi puluhan WNA di Bali melakukan kejahatan pidana. Deportasi mungkin merupakan salah satu cara memulangkan WNA nakal. Namun citra
Bali sebagai destinasi pariwisata yang tercoreng sulit dipulihkan.

Dalam hal tata kelola keuangan, Bali menghadapi tantangan berat.
Kemandirian ekonomi krama Bali melemah. Ini ditandai dengan laporan dari kalangan perbankan yang menyebut banyak krama Bali mulai hidup dan bertahan dengan tabungan seadanya.

Bahkan, dampak dari minimnya peluang kerja di Bali, generasi muda memilih meninggalkan Bali. Mereka ke luar negeri mengadu nasib. Mereka menjadi pekerja di kapal pesiar, jadi tenaga kerja di sektor pertanian dan mungkin ada yang berangkat secara gelap.

Masa-masa suram peluang kerja makin nyata ketika teknologi mulai menggantikan peran manusia. Deretan angka pengangguran terdidik juga makin panjang.

Dalam hal tatanan menjaga budaya dan pewarisan tradisi, Bali juga punya catatan khusus. Judul tulisan Bali Post ’Krama Bali Sibuk Upacara dan Pebisnis Sibuk Cari Untung di Bali’’ adalah realita. Ini fakta. Belum ada keberpihakan yang jelas kepada pengawal kebudayaan Bali dalam merawat tradisinya.

Baca juga:  Seratusan Ribu WNA Kantongi Izin Tinggal di Bali, Didominasi Jenis Ini

Dukungan APBD untuk pelestarian budaya Bali juga belum memiliki standar baku. Semua masih tergantung selera pemimpinnya. Celakanya, bantuan itu juga sering salah kelola.

Kini di tahun 2025 semua permasalahan Bali harus diurai satu per satu. Optimisme Bali bisa bangkit dan mampu menjaga citranya sebagai padma bhuwana dunia harus diwujudkan. Bali punya magnet tersendiri untuk bangkit. Tinggal bagaimana para pemimpin Bali, politisi dan semua elemen di tanah Bali menjaga Bali.

Kepedulian Jakarta terhadap Bali juga patut dipertanyakan. Jakarta jangan hanya memuji Bali namun pelit dalam mengucurkan anggaran dalam menjaga Bali. Tanpa kebersamaan dan sinergi, optimisme mengelola tahun 2025 hanya berhenti sebatas harapan.

Untuk itu, pada Bali Era Baru jilid II mendatang, Gubernur terpilih Bali
Wayan Koster dan Wakil Gubernur Bali Giri Prasta harus mampu mewujudkan optimisme itu. Bali harus kembali menjadi titik bangkit penguatan ekonomi nasional. Bali mestinya bergerak tumbuh dan berelaborasi dengan perkembangan teknologi dengan akses  budayanya.

Untuk itu, Nangun Sat Kerthi Loka Bali jilid dua—lima tahun ke depan – diharapkan bisa menjadi momentum baru kebangkitan Bali. Rakyat Bali telah memilih. Saatnya kini pemimpin Bali mengayomi dan memberikan ruang yang harmoni untuk kehidupan di tanah Bali. (kmb/balipost)

 

BAGIKAN