DENPASAR, BALIPOST.com – Dihentikannya layanan operasional Bus Trans Metro Dewata (TMD) oleh pemerintah pusat menjadi pertanyaan bagi masyarakat Bali. Pasalnya, transportasi publik bersifat BTS (Buy The Service) ini telah berperan mengatasi kemacetan dalam menunjang kepariwisataan Bali selama ini. Dampaknya, dikhawatirkan kemacetan akan semakin parah.
Wakil Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga BPD PHRI Provinsi Bali, Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana pun mempertanyakan alasan dihentikannya layanan Bus TMD ini. Menurutnya, ini justru akan menjadi kemunduran bagi transportasi di Bali sebagai destinasi tujuan pariwisata dunia.
“Kenapa sampai harus dihentikan? Padahal suatu daerah dikatakan maju apabila terdapat kendaraan umum yang menjadi tumpuan masyarakatnya sebagai bagian subsidi pemerintah terhadap biaya hidup sekaligus meningkatkan kesejahteraan,” ujar Adhi Ardhana, Jumat (3/1).
Mantan Ketua Komisi III DPRD Bali ini mengakui bahwa minat masyarakat Bali memanfaatkan transportasi publik ini cukup kurang dibandingkan daerah lainnya seperti Jogja dan Solo. Dikatakan, masyarakat Bali, terutama di daerah perkotaan, lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi karena lebih fleksibel dan praktis.
Ditambah dengan dorongan pemerintah pada UMKM yang akhirnya menciptakan wilayah campuran (tanpa direncanakan) pada tata ruang, sehingga rute transportasi umum sangat sulit memuaskan masyarakat.
Kurangnya minat masyarakat ini menyebabkan biaya operasional menjadi tinggi. Dan ini tentunya memerlukan dukungan pemerintah dalam hal pendanaan. Sementara pemerintah memiliki fokus anggaran yang mungkin tidak sama.
Karakter infrastruktur jalan yang sempit di Bali juga dinilainya menyulitkan penggunaan kendaraan besar. Begitu juga meningkatnya transportasi online yang menawarkan fleksibelitas di atas infrastruktur publik serta akhirnya menimbulkan kepadatan, termasuk kendaraan sewa.
Adhi Ardhana mengungkapkan, saat menjabat Ketua Komisi III DPRD Bali, pihaknya sempat menyampaikan aspirasi ke Kementerian Perhubungan sehubungan jaminan terhadap konsorsium organda yang menjadi investor akan tetap mendapat jaminan dari pemerintah, sehingga moda transportasi Bus TMD dapat berjalan dengan baik dan bermanfaat sebagai kriteria daerah maupun negara yang maju.
“Saat itu pun kami mendapatkan bahwa ternyata bus TMD ini telah terkoneksi dalam aplikasi teman bus yang dapat menjelaskan koridor hingga waktu kedatangan/tiba bus pada titik-titik stop bus berdasarkan rata-rata tempuh yang tentunya membantu pengguna dalam kepastian waktu,” ungkapnya.
Namun demikian, dengan dihentikannya layanan Bus TMD ini niat pemerintah dalam memperjuangkan transportasi umum di Bali hanya berusia 4 tahun. Waktu yang singkat ini terlalu murah dibandingkan potensi kemacetan yang akan semakin bertambah hari ke hari.
Ditambah lagi bagaimana integrasi antar moda transportasi ke depannya. Apalagi, Bali merencana membangun moda kereta subway yang sudah groundbreaking.
“Sebelum mengakhiri masa jabatan 2019-2024, kami komisi III sudah menitipkan pada paripurna internal untuk mengatensi masalah transportasi publik di Bali termasuk rencana subway train ini, namun sampai saat ini masih belum jelas,” tandasnya.
Peneliti Bidang Angkutan Umum dari Politeknik Negeri Bali (PNB), Dr. Putu Hermawati menyayangkan pemberhentian transportasi publik yang telah beroperasi sejak tahun 2020 ini. Apalagi, kinerja dari Budls TMD ini selalu menunjukkan perubahan positif setiap tahunnya.
Putu Hermawati mengaku ikut terlibat dalam perencanaan operasional bus ini. Ia menjelaskan, melalui penelitian-penelitian yang telah dilakukan, layanan TMD mestinya memiliki 34 koridor untuk mengoptimalkan akses transportasi publik di masyarakat. Namun, saat ini TMD baru memiliki 6 koridor.
Padahal, kinerja bus ini setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Mulai dari waktu tempuh, kecepatan hingga beda waktu antar bus 10 hingga 15 menit.
Dari segi penumpang yang awalnya sedikit, dalam empat tahun sudah mulai terisi 40 persen. “Meskipun standar angkutan 70 persen, namun ini sudah menunjukkan ke arah yang baik,” ujar Hermawati.
Menurutnya, sangat sulit mengubah masyarakat dari ketergantungan kendaraan pribadi menjadi tergantung pada angkutan umum. Namun sekarang banyak yang sudah mulai tergantung dengan TMD ini. “Banyak mahasiswa kami termasuk dosen dan pegawai menggunakan koridor 5, karena sudah masuk di Udayana dan Politeknik,” ungkapnya.
Dengan tidak adanya layanan TMD ini, maka mereka akan kembali menggunakan kendaraan pribadi. Sehingga dikhawatirkan akan semakin memperparah kemacetan yang terjadi selama ini. Apalagi, dengan 5 ribu penumpang setiap harinya, kini menggunakan kendaraan pribadi, yang pastinya akan menambah volume kendaraan di jalan.
Hermawati berharap, pemerintah dapat mempertahankan layanan transportasi publik TMD ini di Bali. “Saat ini kan sudah tersedia (TMD) harusnya dipertahankan bukan diberhentikan,” harapnya. (Ketut Winata/balipost)