Ratusan sopir pariwisata Bali mendatangi Kantor DPRD Bali, Senin (6/1). Kedatangan mereka menyampaikan 6 poin tuntutan terkait transportasi pariwisata di Bali. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ratusan sopir pariwisata yang tergabung dalam Forum Perjuangan Driver Pariwisata (FPDP) Bali mendatangi Kantor DPRD Bali di kawasan Renon, Denpasar, Senin (6/1). Aksi damai tersebut untuk menyampaikan enam poin tuntutan mereka.

Kedatangan para sopir itu diterima langsung Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya bersama wakilnya, beberapa anggota dewan, serta OPD terkait.

Dalam tuntutannya, FPDP Bali meminta pemerintah untuk melakukan pembatasan kuota mobil taksi online Bali.

Kedua, mereka meminta agar pemerintah menertibkan dan menata ulang keberadaan vendor-vendor angkutan sewa khusus di Bali, termasuk juga rental mobil dan motor.

Ketiga, membuat standarisasi tarif untuk angkutan sewa khusus. Keempat, melakukan pembatasan rekrutmen driver hanya ber-KTP Bali. Kelima, mewajibkan mobil pariwisata bernomor polisi Bali (plat DK) dan memasang identitas yang jelas di kendaraan, serta keenam, standarisasi pada driver pariwisata yang berasal dari luar Bali.

Baca juga:  Pakai Plat Palsu, Mobil Harga Miliaran Diamankan

Koordinator FPDP Bali, I Made Darmayasa memaparkan bahwa keadaan pariwisata Bali dalam kondisi tidak baik. Pasalnya, masyarakat Bali terus berupaya untuk menjaga tradisi, budaya, dan taksu Pulau Bali yang menjadi daya tarik wisatawan, namun kaum kapitalis sibuk mengeruk keuntungan dari kunjungan wisatawan.
“Kita orang Bali dituntut menjalankan kewajiban, tapi hak kita dirampok. Kita setiap hari menjalankan ritual-ritual keagamaan karena kepercayaan kita, tapi hak kita dirampok, diambil oleh kaum kapitalis, liberalis dengan bermodalkan uang yang sangat besar di Bali,” papar Darmayasa.

Disampaikan juga pihaknya sudah pernah bergerak dari 2011, berlanjut di 2017, dan 2019. Namun, karena ketidakkonsistenan dalam menjaga Bali, budaya dan pariwisata hancur, banyak mall dan hotel berdiri.

Dari enam poin tuntutan yang disampaikan FPDP Bali, Ketua DPRD Bali yang akrab disapa Dewa Jack menawarkan kesimpulan yang menjadi keputusan DPRD Bali, yakni memastikan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 40 tahun 2019 tentang Layanan Angkutan Sewa Khusus Berbasis Aplikasi di Bali berjalan sebagaimana mestinya. Di sisi penegakannya terus ditingkatkan secara konsisten.

Baca juga:  Korban Jiwa Gudang Elpiji Terbakar Jadi 16 Orang, Dirawat Sisa 2 Orang

Begitu juga dengan Surat Edaran Gubernur Bali terkait Pengaturan Dan Pelabelan Kreta Bali Smitha bagi sarana angkutan orang untuk keperluan pariwisata di Bali bisa segera diterapkan serta mendorong segera dilaksanakannya sertifikasi gratis.

Ia juga mendorong agar Pergub Bali tentang layanan angkutan khusus berbasis aplikasi di Bali ditingkatkan agar menjadi Peraturan Daerah (Perda). “Kami tingkatkan menjadi peraturan daerah, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang lebih tinggi dan lebih kuat. Serta ada sangsi apabila ada pelanggaran,” kata Dewa Jack.

Untuk itu, diharapkan FPDP Bali turut memberikan usulan dan berkontribusi dalam penyusunan Perda tersebut sehingga dapat mengayomi kepentingan masyarakat, khususnya para driver pariwisata Bali. Dewa Jack juga meminta Pemprov Bali untuk menyiapkan call centre atau hotline terkait tata kelola angkutan pariwisata, angkutan sewa khusus berbasis aplikasi di Bali.

Baca juga:  Nataru, Pengajuan "Extra Flight" Turun 100 Persen Lebih

Dengan begitu, FPDP dapat langsung melaporkan apabila ada hal-hal yang tidak sesuai aturan atau pelanggaran dalam pelaksanaannya. Sehingga Pemprov Bali dapat menindaklanjutinya melalui Satpol PP maupun kepolisian. Namun tidak dibenarkan dan tidak boleh ada tindak eksekusi langsung dilapangan. Ini untuk mencegah adanya anarkis di jalan.

DPRD Bali akan mendorong dan memastikan pengemudi kendaraan angkutan sewa khusus dan angkutan pariwisata yang beroperasi di wilayah Bali adalah masyarakat yang ber KTP dan berdomisili di Bali.

Dalam proses terbentuknya Perda, FPDP Bali diminta untuk memberikan masukan pada panitia khusus (Pansus) yang akan dibentuk nantinya. Ini terkait Perda yang ditawarkan butuh kajian karena ada aturan dan hukum di atasnya. (Eka Adhiyasa/balipost)

BAGIKAN