SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Patas di Kecamatan Gerokgak sampai kini masih melestarikan permainan Gebug Ende. Tradisi yang dimainkan dua orang petarung ini sebagai salah satu cara ritual memohon hujan bagi desa setempat.
Bendesa Adat Patas Wayan Sueca pada Kamis (9/1) menuturkan keberadaan permainan gebug ende ini aslinya merupakan dari wilayah Seraya, Kabupaten Karangasem. Banyaknya perantau yang ke Buleleng pada zaman dulu, membuat tradisi ini dibawa dan dilestarikan sampai saat ini.
Bahkan pada Desember 2024 lalu, permainan ini kembali dipentaskan. Alhasil, hujan pun turun usai permainan ini dilakukan.
Sueca menjelaskan terdapat sejumlah perbedaan Gebug Ende di Desa Patas dibandingkan yang dari Desa Seraya, yaitu pertama pada gong dan gamelannya, kedua, penarikan atau memulainya itu juga ada perbedaan.
Selama tradisi berlangsung, kedua pemain Gebug Ende akan memukul satu sama lain sekuat tenaga menggunakan tongkat rotan sembari menangkis menggunakan perisai bundar yang terbuat dari bambu. Luka pada tubuh pemain pun tidak terhindarkan akibat hantaman tongkat rotan.
Akhir permainan Gebug Ende itu tentunya damai dan disambut oleh suka cita. Seusai pelaksanaan Gebug Ende, masyarakat lalu akan mengambil cangkul mereka untuk kemudian mulai bercocok tanam menanam jagung, singkong, dan palawija lainnya.
Sebagai tradisi turun temurun, pelestarian Gebug Ende tentunya menjadi perhatian khusus Pemerintah Desa Patas bersama Desa Adat Patas.
Program pembinaan pun dilakukan kepada Sekeha Ende sebagai kelompok beranggotakan sekitar 25 orang yang menggiatkan tradisi Gebug Ende. Pemerintah Provinsi Bali juga telah memberikan dukungannya melalui kucuran dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK).
Selain itu, pihaknya juga semakin sering menggelar kegiatan Gebug Ende pada acara-acara yang digelar oleh Desa Adat Patas. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan minat baik masyarakat desa maupun wisatawan terhadap tradisi Gebug Ende. (Nyoman Yudha/balipost)