DENPASAR, BALIPOST.com – Bali mengalami persoalan migran masuk yang lebih banyak. Namun yang lebih parah dari itu adalah tidak tertanganinya dengan baik terkait penataan persebaran dan pengarahan mobilitas penduduk.
Pengamat Ekonomi, Kependudukan dan Ketenagakerjaan Dr. I Gusti Wayan Murjana Yasa, S.E., M.Si., Jumat (10/1) mengatakan, ketika Bali menghadapi persoalan angka kelahiran yang cenderung terus mengalami penurunan. Di lain sisi juga menghadapi persoalan kurang tertanganinya penataan persebaran dan pengarahan mobilitas penduduk.
“Ada gula ada semut, itu slogan yang disematkan ketika kita berbicara masalah mobilitas penduduk. Artinya orang akan datang ke suatu wilayah di mana ada harapan yang memungkinkan harapan mereka terpenuhi, terkait dengan kesempatan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lainnya,” ujarnya.
Kemajuan suatu wilayah akan menjadi target daerah tujuan bagi para migran. Dampaknya, terjadi ketimpangan dalam jumlah dan kepadatan penduduk antara wilayah di Provinsi Bali, terutama disebabkan oleh tingginya migran masuk (risen) ke daerah daerah Bali Selatan khususnya Denpasar, Badung, dan Gianyar (Sarbagi).
Para migran tersebut tidak saja berasal dari kabupaten lainnya di Bali, tetapi juga dari provinsi lain di Indonesia, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan provinsi lainnya, termasuk dari luar negeri.
Tingginya arus migran masuk ke suatu wilayah berdampak pada ketimpangan jumlah dan kepadatan penduduk antar wilayah. Di Bali, ketimpangan ini sudah terlihat pada tingginya kepadatan penduduk di Kota Denpasar, Badung, dan Gianyar yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten lainnya di Bali. “Jadi ketiga kabupaten/kota ini tidak saja mengahadapi persoalah menurunnya angka kelahiran, tetapi juga persoalan penataan dan pengarahan mobilitas penduduk,” ujarnya.
Paradigma saat ini yang perlu dibangun menurutnya adalah tidak boleh dan tak perlu melarang orang datang ke Bali. Namun paradigma yang perlu dibangun adalah mengajak mereka membangun wilayah tinggalnya bersama – sama.
“Bukan berarti penduduk yang tinggal di suatu wilayah mengabaikan hal-hal yang penting berlaku baik secara umum, mapun aturan yang telah disepakati yang bersifat lokal, terutama yang berkaitan dengan persoalan keamanan, kenyamanan dan ketertiban bersama, untuk mencapai kemajuan bersama,” ujarnya.
Perubahan mekanisme pendaftaran penduduk datang dan pergi cukup dilakukan secara online melalui aplikasi SIAK (Siatem Informasi Administrasi Kependudukan), maka hal ini harus dimaknai sebagai upaya pelayanan publik yang cepat dan efisien. “Ini sudah tentu sangat mendukung upaya-upaya peningkatan pelayanan publik,” ujarnya.
Kehadiran para migran di suatu wilayah di satu sisi sangat menguntungkkan wilayah bersangkutan, berkaitan dengan aspek ketenagakerjaan karena pada umumnya mereka yang datang adalah penduduk usia produktif, yang dapat mengisi lowongan kerja yang tidak selalu dapat dipenuhi dari tenaga kerja lokal.
Mereka berperan mendongkrak pertumbuhan ekonomi, pengenbangan kreativitas dan keuletan yang bisa ditiru masyaraklat lokal, dan juga berbagai peran positif lainnya. Namun di lain sisi kehadiran para migran yang tidak tertata, tidak terkendali, dan tidak terarah akan berdampak buruk terhadap keamanan, kenyamanan, dan ketertiban termasuk terhadap kondisi ekonomi dan kesejahteraan dalam jangka panjang. Gejala ini akan semakin nampak ketika kapasitas wilayah tidak lagi dapat menampung jumlah penduduk yang semakin banyak.
Meningkatnya persaingan dalam memanfaatkan kesempatan kerja level tertentu yang tersedia, dan juga tingginya proporsi kesempatan kerja informal adalah dampak dari tingginya migran masuk ke suatu wilayah. Untuk mengatasi persoalan ini, menurutnya harus segera dilakukan penataan, pengarahan mobilitas penduduk.
“Paradigma ‘melarang’ harus diubah menjadi ‘mengajak’. Mengajak seperti apa, mengajak untuk berpartisipasi dalam pembangunan daerah. Keamanan, kenyamanan, ketertiban adalah tanggung jawab bersama, tidak membedakan apakah itu penduduk lokal atau pendatang, penduduk Denpasar (yang berdomisili dan ber KTP Denpasar) bersama-sama bertanggung jawab terhadap kemajuan Denpasar,” ujarnya.
Oleh karena itu, pendataan dan verifikasi menjadi penting, ketika secara mekanisme administrasi dilakukan secara online. Selain itu, pimpinan wilayah terbawah setingkat Banjar (baik Dinas maupun Adat) perlu mengetahui karakteristik penduduk yang ada di wilayahnya.
Tujuannya adalah mengajak mereka bersama membangun wilayah, menjaga keamanan, ketertiban, dan kenyamanan, termasuk kelengkapan kepemilikan berbagai dokumen administrasi kependudukan yang dipersyaratkan undang-undang, termasuk kepemilikan dokumen BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Surat Keterangan Domisili, atau yang pindah menetap disiapkan KTP elektronik agar secara bersama-sama aktif berpartisipasi dalam pembangunan, baik diperhitungkan sebagai subyek maupun obyek pembangunan sesuai konsep pembangunan berwawasan kependudukan.
Penatakelolaan administrasi kependudukan yang dilakukan Pemerintah selama ini sudah dalam katagori sangat baik, dan sangat diapresiasi masyarakat. Namun masih terlihat kedodoran penatakelolaan dan pangarahan mobilitas penduduk pada tingkat desa dan kelurahan.
Karenanya, selain tetap fokus pada pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan, juga penting ditingkatkan penataan dan pengarahan mobilitas penduduk pada tingkat banjar/dusun. “Karena selama ini, masih belum efektif dapat dilakukan verifikasi terhadap penduduk yang datang dan pergi yang termutasi dari mekanisme online melalui SIAK,” ujarnya.
Data yang telah masuk di SIAK secara internal dapat diolah secara reguler untuk diketahui mutasi penduduk di masing-masing wilayah desa/kelurahan. Mutasi inilah dibahas, dan kemudian dilakukan verifikasi ke bawah di masing-masing banjar/dusun.
Verifikasi dimaksudkan untuk memastikan kehadiran atau kepergian, sekaligus berupaya membangun kebersamaan. Verifikasi yang selama ini dilakukan di pintu-pintu masuk Bali, seperti Pelabuhan Padangbai, Pelabuhan Gilimanuk, dan juga pintu masuk lainnya seperti Pelabuhan Benoa dan Bandara Ngurah Rai, tentu tidak lagi efektif sebagai instrumen penataan, dan pengarahan mobilitas penduduk,
Karenanya anggaran yang selama ini digunakan untuk melakukan verifikasi di pintu-pintu masuk Bali perlu dialihakan untuk melakukan verifikasi mutase penduduk pada tingkat banjar/ dusun. Melalui mekanisme ini diharapkan, keamanan, kenyamanan, dan ketertiban Bali dapat dijaga secara berkelanjutan berdasarkan partisipasi seluruh masyarakat.(Citta Maya/Balipost)