Asosiasi pariwisata mengadu ke DPRD Bali menyampaikan keluhan terkait tata kelola pariwisata di Bali, Selasa (13/1). (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pimpinan dan anggota DPRD Bali yang baru dilantik kini banyak menerima pengaduan. Setelah para driver pariwisata demo ke DPRD Bali, Selasa (13/1) giliran asosiasi pariwisata mengadu ke DPRD Bali menyampaikan keluhan terkait tata kelola pariwisata di Bali. Mereka mengeluhkan bahwa aturan sering abu-abu hingga menyebut perda gagal mengatur kepariwisataan Bali.

Selama ini pelaku pariwisata mengaku tetap melaksanakan Perda 5 tahun 2020 tentang standar kepariwisataan budaya Bali. Namun, nyatanya Perda tersebut tak mampu menatakelola kepariwisataan Bali dengan baik.

Baca juga:  Pagerwesi, Dua Kali Gempa Guncang Buleleng

Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati menyoroti belum semua pelaku usaha pariwisata yang berbisnis di Bali bergabung ke dalam asosiasi. “Dari sekian ribu perusahaan yang beroperasi di Bali, baru terdaftar 400. Artinya mereka yang tidak bergabung, tidak terkontrol. Maka ketika kami ditanya sudah cocokkah antara supply and demand, kami di asosiasi tidak bisa menjawab,” ungkapnya.

Ia juga menyebutkan tidak masuknya semua pelaku usaha dalam asosiasi menyebabkan pihaknya kesulitan menentukan arah market. “Andaikata dari awal kami bisa dilibatkan bersama dalam perizinan, artinya ketika sudah mulai beroperasi, tentu kami akan tahu kondisi mereka di lapangan, apakah banting harga atau melakukan kegiatan di luar etik budaya,” bebernya.

Baca juga:  Kabar Baik! Pasien Sembuh di Bali Bertambah Dua Kali Lipat dari Kasus COVID-19 Baru

Ketua Asita Bali Putu Winastra menambahkan tata kelola pariwisata terutama dalam menjalankan perda tidak sinkron antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. “Terlebih dengan adanya UU otonomi daerah, kami sangat susah melihat untuk payung hukum yang jelas dalam melaksanakan kepariwisataa ini seperti Perda 5 tahun 2020. Sangat tidak bisa diimplementasikan di lapangan bahkan kabupaten/ kota tidak ada menerapkan Perda ini. Seperti OSS yang diterbitkan, semestinya wajib menjalankan Perda 5 /2020 tapi faktanya tidak ada. Harapannya Perda ini diselaraskan dan segera menjadi inisiatif dewan,” ujarnya.

Baca juga:  Berkas Jro Jangol dan Istrinya Masuk Pengadilan

Selain itu, ia melihat aturan yang ada sekarang, lebih banyak abu-abu. Income Bali ditopang pariwisata namun pejabat belum concern mengurusi kepariwisataan ini. “Jangan sampai berharap banyak dari pariwisata tapi aturannya di atasnya abu-abu yang justru bikin pariwisata ini karut marut,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN