DENPASAR, BALIPOST.com – Tumpek Wayang yang jatuh pada Saniscara Kliwon Wuku Wayang, Sabtu, 18 Januari 2025 patut dijadikan revitalisasi diri baik dalam hal penyucian diri maupun upaya kita melestarikan seni pertunjukkan pewayangan.
Faktanya, seni pertunjukkan pewayangan di Bali naik gunung nyuun batu. Selain sangat berat, kini kehilangan penonton dan minim regenerasi.
Jro Dalang Gede Arum Gunawan di acara Dialog Merah Putih, Rabu, 15 Januari 2025 mengakui seni pertunjukkan pewayangan Bali kini mulai tergerus penontonnya. Bahkan di PKB, pertunjukannya hanya ditonton segelintir orang.
Di sisi lain regenerasi dalang kini juga mandeg. Ini akan menjadi PR bagi pemerintah mendatang.
Arum Gunawan yang juga analis di Dinas Kebudayaan Bali dan Guru Ajeg Bali 2018 tersebut mengakui saat kini Bali menghadapi tantangan berat yakni menghasilkan dalang muda yang berbakat.
Wakil Dekan III Seni Pertunjukkan ISI Denpasar, Kadek Widnyana menyadari makin sepinya penonton pertunjukkan wayang dan minimnya regenerasi dalang muda berbakat karena untuk menjadi dalang adalah sebuah tugas berat.
Selama ini baru dalang Cenk Blonk di Tabanan dan Joblar yang ngetren di masyarakat. Makanya kini dia di ISI sedang getol-getolnya menarik minat muda Bali jadi dalang baik dalang laki-laki dan dalang dari kaum wanita.
Bahkan ISI sampai memberikan beasiswa untuk seni pedalangan. Ia mengatakan regenerasi dalang sangat minim karena dunia seni pewayangan tak sesimpel seni lain.
Di seni ini ada nilai spiritual, dalangnya harus multitalenta yakni menguasai vokal, nyastra, magambel dan humor serta tatwa carita.
Sementara itu seniman I Ketut Muada yang akrab dipanggil Jro Dalang Joblar bertekad mengampanyekan dunia pewayangan secara berkelanjutan di tengah makin hilangnya penonton dan regenerasi dalang.
Buktinya, anaknya sudah menjadi dalang muda, sering melakukan kolaborasi pentas bersama sehingga junior dan senior tak terpisahkan.
Jro Dalang Joblar yang juga dosen di UPMI Bali ini setuju menjadi dalang sangat berat.
Ketiga seniman ini sepakat Tumpek Wayang dan hadirnya pemimpin baru di Bali dijadikan momentum untuk serius memecahkan masalah seni budaya khususnya seni pertunjukkan pewayangan. Siapkan beasiswa dan anggaran untuk melahirkan dalang muda. Masyarakat juga mesti memberi ruang para dalang senior dan junior menunjukan kreativitasnya. (Sueca/balipost)