Sidang dugaan malpraktik yang melibatkan oknum dokter umum bernama Shillea Olimpia Melyta (30), Selasa (14/1) petang memasuki pemeriksaan ahli di Pengadilan Negeri Denpasar. (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Sidang dugaan malpraktik yang melibatkan oknum dokter umum bernama Shillea Olimpia Melyta (30), Selasa (14/1) petang memasuki pemeriksaan ahli di Pengadilan Negeri Denpasar. Dalam sidang yang dipimpin hakim I Putu Agus Adi Antara, dihadirkan dr. Yudy, Sp.F.M., selaku ahli forensik, yang bekerja di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ahli menerangkan bahwa seharusnya terdakwa tidak memberikan injeksi antrain kepada korban Jamie Irena Rayer-Keet karena korban alergi dengan obat golongan non steroidal anti-inflammatory drug (NSAID). “Bahwa ibuprofen dan aspirin adalah obat dengan golongan non steroidal anti-inflammatory drug (NSAID). Mestinya dokter tahu, antrain itu golongan yang sama sehingga ada potensi menimbulkan alergi yang sama besar,” ujar ahli.

Baca juga:  Aksi Pemogokan Dokter di Rumah Sakit Besar Seoul Mulai 17 Juni

Mendengar penjelasan tersebut, kuasa hukum terdakwa I Wayan “Gendo” Suardana, I Wayan Adi Sumiarta, dan I Komang Ariawan, yang diberikan kesempatan oleh hakim mengajukan pertanyaan, terlihat langsung bereaksi. “Apakah semua obat yang termasuk golongan NSAID akan bertabrakan?” tanya Gendo.

Ahli menjawab bahwa itu sangat mungkin. “Kalau dibilang pasti atau tidak, tidak ada yang bisa memastikan. Tetapi berdasarkan ilmu alergi imunologi, itu sangat mungkin,” jelasnya.

Lantas, soal perbedaan derivat aspirin, ibuprofen, dengan antrain, ahli menjawab tidak tahu. Gendo kemudian menanyakan kembali apa senyawa kimia dan struktur kimia dari aspirin, ibuprofen, dengan antrain, yang kembali dijawab ahli dengan tidak tahu.

Baca juga:  Nakes Gelar Aksi Damai Tolak RUU Kesehatan, Layanan Darurat Tetap Berjalan

Lantaran banyak yang ditanyakan tidak diketahui ahli, Gendo berusaha mengalihkan pertanyaan lain yakni soal perbedaan farmakologi genetik dan farmakokinetik, ahli kembali menjawab tidak tahu. Karena tidak bisa menjawab, menurut Gendo, mestinya ahli tidak menerangkan soal farmakologi.

Setelah itu, dialihkan pertanyaan terkait obat. Salah satunya apakah setiap memberikan obat dokter harus meminta persetujuan tertulis kepada pasiennya atau dapat dengan persetujuan lisan. Ahli menyatakan tidak masalah dengan persetujuan lisan. Gendo dkk., menanggapi salah satu hal yang disampaikan ahli terkait alergi tipe berat pada korban yang dapat menimbulkan kematian.

Baca juga:  Ledakan Diduga Bom Rakitan Terjadi di Rusunawa Wonocolo

Menurut pihak terdakwa, faktanya setelah ditemukan reaksi alergi sudah ditangani dengan diberikan obat antialergi dan selanjutnya pasien berangsur-angsur normal dan keesokan harinya pasien melakukan visum dan hasilnya normal.

“Yang aneh menurut saya, pasien tidak mau tes lab dan tidak mau dirujuk ke rumah sakit. Bagaimana keterangan ahli di depan persidangan yang menyatakan bahwa gejala yang dialami korban dapat menimbulkan kematian?” tanya Gendo. (Miasa/balipost)

BAGIKAN